TopCareer.id – Anggota Komisi X DPR RI Furtasan Ali Yusuf menyatakan dukungannya terhadap kesejahteraan yang lebih baik bagi dosen dan tenaga pendidikan pendukung di perguruan tinggi, termasuk tanpa diskriminasi gaji.
Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X dengan beberapa pimpinan perguruan tinggi dan sivitas akademika di Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2024).
“Saya berterima kasih kepada Serikat Pekerja Kampus yang turut memperjuangkan hak dosen swasta agar mendapatkan gaji dan tunjangan yang layak,” kata Furtasan, seperti dilansir situs resmi DPR.
Dia mengatakan, pemerintah berperan penting menciptakan kebijakan yang adil dan tidak diskriminatif bagi seluruh tenaga pengajar dan pendukung di perguruan tinggi.
Baca Juga: Patuhi MK Soal UU Cipta Kerja, Baleg DPR Tunggu Pemerintah Bahas UU Ketenagakerjaan Baru
Ia berharap pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mengambil langkah konkret agar tidak ada lagi perbedaan antara perguruan tinggi swasta dan negeri dalam hal kesejahteraan tenaga kerja.
“Kita harus mendorong pemerintah untuk melahirkan kebijakan agar dosen dan tenaga pendukung mendapatkan gaji dan tunjangan yang layak, tanpa diskriminasi,” kata Furtasan.
“Sehingga, tidak ada lagi istilah anak tiri atau dikotomi antara swasta dan negeri,” imbuh politikus Fraksi Partai Nasdem itu.
Furtasan juga mengingatkan agar minimnya kesejahteraan dosen dan tenaga pendidik ini tidak mengorbankan mahasiswa. Dia juga menyerukan perbaikan ekosistem perguruan tinggi, agar lebih sehat dan kondusif.
“Ekosistem perguruan tinggi perlu dibangun oleh pemerintahan yang hadir dan responsif. Kelembagaan pendidikan juga harus disentuh dan dibenahi agar dampaknya positif bagi seluruh pemangku kepentingan,” pungkasnya.
Banyak Dosen Digaji Tak Layak
Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, Serikat Pekerja Kampus (SPK) mengungkapkan masih ada dosen yang mendapatkan gaji di bawah layak, meski memiliki beban kerja yang banyak.
Berdasarkan hasil pendataan mereka terhadap 1.200 partisipan dosen aktif, ditemukan 42,9 persen dosen hanya menerima pendapatan tetap di bawah Rp 3 juta per bulan.
Demi bertahan hidup, banyak dosen yang bekerja untuk memperoleh sumber pendapatan lain, namun tetap bernasib miris. Ditemukan sebesar 53,6 persen dosen hanya mampu memperoleh tambahan penghasilan di bawah Rp 1 juta per bulan.
Dalam RDPU juga dilaporkan dalam empat tahun terakhir, tunjangan kinerja dosen yang bekerja di Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) belum dibayarkan.
Lamanya tunjangan kinerja tidak dibayarkan terhitung sejak dosen pada Organisasi Kemendikbud, pada Pemerintahan periode kedua Presiden Jokowi yaitu Januari 2020 hingga sekarang.
Baca Juga: 7 Dosen UGM Masuk Top 2% World Ranking Scientist Stanford-Elsevier
SPK pun meminta DPR memperjuangkan agar dosen mendapatkan upah yang layak, dengan take home pay minimal Rp 10 juta per bulan.
“Kenapa Rp 10 juta? Karena di kementerian pun di bawah S1 pun mereka take home pay Rp 10 juta. Dosen-dosen yang kemudian mereka S2 dihargai di bawah itu. Ini kan tidak adil,” kata Dhia.
Upah take home pay ini juga tanpa mengkotakkan status dosen entah dia PTN, PTS, di bawah yayasan, atau outsourcing, sehingga semua berhak menerimanya.
Apabila tidak memungkinkan Rp 10 juta per bulan, diusulkan standar gaji layak dosen minimal tiga kali dari Upah Minimum Regional di suatu daerah, sementara untuk tenaga pendidik sebesar dua kali.