TopCareer.id – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) kembali mengingatkan pemerintah tentang berbagai risiko dari kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN naik jadi 12 persen.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef M. Rizal Taufikurahman mengatakan PPN naik ke 12 persen punya risiko menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB).
“Kalau kita lihat PDB kita akan turun 0,17 persen,” kata Rizal dalam diskusi daring bertajuk PPN 12%: Solusi atau Beban Baru beberapa waktu lalu, ditulis Kamis (5/12/2024).
Ia mengatakan, penurunan ini terkait dengan anjloknya konsumsi rumah tangga dan penyerapan jumlah tenaga kerja.
Dalam pemaparannya, Rizal mengatakan kenaikan PPN 12 persen juga dapat mendorong terjadinya inflasi, serta menambah beban kelompok rentan dan miskin.
“Kemudian mengurangi daya saing ekspor kita. Bayangkan kalau PPN naik, maka di sisi suplai industri akan naik overhead-nya. Kalau dia overhead maka harga produk yang diekspor juga naik,” kata Rizal.
Baca Juga: Gara-Gara PPN 12 Persen, Beban Gen Z dan Milenial Bakal Makin Berat
Dari situ, harga barang di domestik dan jasa juga akan naik, yang berpengaruh pada harga barang dan jasa yang terkait dengan pajak penghasilan.
“Apa maknanya? Ya inflasi. Kalau inflasi, dari sisi konsumsi apakah kira-kira daya beli akan naik? Ya tentu akan turun,” Rizal berucap.
Dengan kenaikan tersebut, gaji buruh pun juga akan turun akibat beban pengeluaran yang lebih tinggi, karena PPN naik meningkatkan harga pokok penjualan (HPP) barang-barang.
Risiko lainnya adalah meningkatnya tax avoidance atau penghindaran pajak di sektor dengan informalitas yang tinggi.
“Terutama di sektor keuangan nih, itu juga akan terjadi. Termasuk juga daya saing industri-industri riil yang sebagian padat karya, yang di-support oleh mesin,” kata Rizal.
Baca Juga: PPN 12 Persen Cekik Buruh dan Rakyat Kecil, KSPI: Mirip Kebijakan Kolonial
Rizal pun menegaskan strategi untuk meningkatkan PPN harus benar-benar mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan administrasi.
Hal ini agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan beban yang berlebihan pada masyarakat, serta tetap memberikan kontribusi pada penerimaan negara.
Selain itu, dengan adanya potensi kebijakan fiskal dari sektor lain pada 2025 seperti kenaikan biaya rumah atau pajak-pajak lain, Rizal merekomendasikan PPN 12 persen perlu ditinjau ulang bahkan jika perlu ditunda.