Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Tren

Sosiolog UGM: Negara Gagal Berantas Judi Online

Ilustrasi stop judi online. (Gambar dibuat dengan AI ChatGPT)

TopCareer.idJudi online masih jadi masalah yang harus dihadapi Indonesia. Usai ramainya berita soal pekerja yang dijebak bekerja di Kamboja, beberapa waktu lalu juga muncul dugaan keterlibatan politikus tanah air di industri tersebut.

Menurut Andreas Budi Widyanta, sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), hal ini pun memunculkan pertanyaan soal komitmen negara yang bahkan dianggap gagal, dalam memberantas judi online.

Widyanta mengatakan, ada alasan mengapa judi online masih terus berkembang meski situasi ekonomi tanah air sedang lesu.

“Sejak era teknologi digital ini masuk, judi online ini bagian dari tantangannya. Sebuah sistem yang dibuat dengan gamifikasi, sehingga memunculkan rasa senang dan kenikmatan sehingga orang akan terus bermain,” ujarnya.

Dia mengatakan, banyak orang belum menyadari bahwa kalah atau menang dalam judi online bukan soal keberuntungan, tapi merupakan bagian dari sistem yang sudah diatur untuk memunculkan kecanduan.

Sistem tersebut sudah didesain untuk memberikan untung bagi korporasi. Hal ini diperparah dengan mudahnya akses dan simplifikasi pada sistem permainan, membuatnya jadi faktor terbesar seseorang mudah terjerat.

Baca Juga: Menko Polkam: 97 Ribu TNI-Polri dan 1,9 Juta Pegawai Swasta Main Judi Online

Widyanta menambahkan, ekosistem digital saat ini juga sangat mendukung aksesibilitas perjudian daring, seperti mobile banking atau layanan top-up dan pinjaman online.

Sistem digital memungkinkan layanan-layanan tersebut saling terhubung, sehingga korban dapat menyalurkan uang hanya dengan beberapa kali sentuhan di layar gawai.

“Lingkaran setan itu saling terhubung, korban jadi sulit punya kontrol atas hawa nafsu dan kecanduan mereka,” kata Widyanta.

Besar populasi Indonesia juga menjadikan negara ini sasaran empuk bagi usaha perjudian. Apalagi, diiringi dengan semakin naiknya pengguna internet setiap tahunnya.

Selain itu, bukan tidak mungkin jika fenomena ini dimanfaatkan dalam technopolitics, sebagai alat intervensi atau eksploitasi politik.

“Polemik judi online bukan masalah yang mengakar kuat pada satu sektor tertentu, melainkan sudah menjaring di berbagai sektor, saling terhubung, dan sulit ditangani,” kata Widyanta, dikutip dari laman resmi UGM, Senin (28/4/2025).

Baca Juga: Kemnaker Minta Job Portal Lebih Waspada Lowongan Kerja Abal-Abal

Soal keterlibatan isu politikus Indonesia dalam jaringan perjudian daring, menurut Widyanta, bukan rahasia jika siapapun bisa terlibat dalam sistem permainan ini.

Menurutnya, judi daring bisa menyasar siapa saja tanpa pandang bulu, tanpa melihat status ekonomi, jabatan, kewarganegaraan. Siapapun bisa terjerat dalam sistem sebagai korban maupun pelaku.

“Tidak aneh juga jika pejabat publik terlibat atau ada afiliasi partai politik tertentu. Ini menunjukkan bahwa negara tidak tunggal, pejabat sendiri bisa ambil bagian,” kata Widyanta.

Pemerintah pun dirasa belum menunjukkan komitmen pada penanganan dan pemberantasan yang nyata. Widyanta mengatakan, belum ada instrumen hukum dan lembaga yang kuat untuk menangani judi online.

Secara kapasitas, kompetensi, dan pengetahuan, pemerintah bahkan belum mampu menghadapi tantangan perkembangan teknologi digital.

“Saya bisa katakan, negara tidak hadir dalam hal melindungi hak-hak kewarganegaraan. Terlebih soal perlindungan data pribadi, upaya pemerintah sangat kurang. Kita jadi negara yang tidak siap,” pungkas Widyanta.

Leave a Reply