Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Tren

Pekerja Informal Naik karena Badai PHK, Pemerintah Wajib Beri Perlindungan Sosial

Ilustrasi pekerja informal. (Engin Akyurt dari Pixabay)

TopCareer.id – Ramainya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia membuat angka pekerja informal juga melonjak.

Badai PHK yang melanda perusahaan manufaktur belakangan ini menyebabkan banyak orang beralih ke sektor usaha informal sebagai sumber penghidupannya.

Hempri Suyatna, dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkapkan, ada beberapa alasan sektor informal diminati.

“Fleksibilitas sektor informal yang mudah dimasuki karena tidak adanya syarat-syarat tertentu seperti kualifikasi pendidikan,” kata Hempri, seperti dikutip dari laman resmi UGM, Rabu (21/5/2025).

Baca Juga: PHK Buat Daya Beli Menurun, Ekonom Beri Saran Ini ke Pemerintah

Modal yang kecil juga membuat banyak korban PHK yang memilih sektor usaha informal sebagai pilihan, khususnya di bidang perdagangan dan jasa.

Ia mengakui, fenomena pekerja informal memberikan dampak positif maupun negatif terhadap ekonomi negara.

Kehadiran sektor ini akan membantu penyerapan tenaga kerja, serta menjadi sumber peluang untuk meningkatkan pendapatan dari masyarakat.

Namun di sisi lain, makin banyaknya pekerja di sektor informal juga berpotensi mengurangi sumber penerimaan pajak negara.

Bahkan, kata Hempri, ada risiko terganggunya tata kawasan dengan semakin banyaknya pekerja informal sebagai Pedagang Kaki Lima yang berjualan di pinggir jalan atau area publik.

Menghadapi ini, pemerintah pun wajib memberikan perlindungan sosial kepada pekerja di sektor informal.

Baca Juga: Pakar Ungkap Daya Beli Turun dan Ancaman PHK Mengintai Pasca Lebaran

Apalagi, mayoritas dari pekerja informal tidak memiliki akses terhadap manfaat jaminan sosial seperti usia tua, kematian, hingga kecelakaan kerja.

Selain itu, pemerintah juga harus mendorong penerapan ekonomi inklusif di mana sektor informal jadi bagian penting dalam pembangunan basis ekonomi.

Hempri menegaskan, pendekatan kebijakan untuk menangani sektor informal perlu memperhatikan karakteristik pekerja. “Formalisasi sektor usaha informal seringkali justru mematikan dan menghambat sektor ini untuk berkembang,” pungkasnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 mencatat porsi pekerja informal mencapai titik terendah dengan 56,64 persen. Namun, pada Februari 2021, terjadi lonjakan signifikan porsi pekerja informal menjadi 59,62 persen.

Tren kenaikan berlanjut pada 2022 menjadi 59,97 persen dan mencapai puncaknya pada 2023 dengan 60,12 persen.

Leave a Reply