Topcareer.id – Untuk membantu penduduknya dalam masa karantina akibat virus corona, pemerintah Jepang mengeluarkan paket stimulus hingga USD 989 miliar atau sekitar Rp 16,3 triliun.
Setelah beberapa kontroversi panjang, para pekerja seks legal pun diputuskan berhak menerima paket stimulus itu.
Pekerja seks di seluruh Jepang terpukul dengan penutupan dan pembatasan akibat pandemi. Seluruh negara berada dalam keadaan darurat, dengan banyaknya bisnis yang diperintahkan untuk tutup dan orang-orang yang disarankan untuk tidak keluar.
Berdasar laporan CNN, industri seks di Jepang menghasilkan sekitar USD 24 miliar per tahun, menurut Havocscope, sebuah organisasi penelitian di pasar gelap global.
Mika, salah satu pekerja seks di Jepang ini biasa menemui tiga atau empat klien sehari. Setelah pandemi melanda, ia kini kehabisan klien dan kehabisan uang.
Dia telah mencoba mencari pekerjaan lain, tetapi tidak ada yang mempekerjakan di tengah krisis ekonomi. Pada tingkat ini, dia mungkin tidak dapat membayar sewa atau membeli kebutuhan dasar, apalagi melunasi hutang yang baru saja dia ambil.
“Tentu saja saya khawatir tentang kesehatan saya, tetapi, sekarang saya lebih khawatir tentang bagaimana untuk bertahan hidup,” kata Mika dalam laman CNN.
Dalam paket stimulus yang diberikan pemerintah Jepang, pekerja seks diputuskan memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan bantuan, dalam kondisi tertentu. Keputusan ini mendapat pujian sebagai tanda kemajuan bagi industri yang telah lama mengalami stigma sosial.
Perjuangan untuk inklusi
Prostitusi, atau pertukaran hubungan seksual untuk uang, memang dikriminalisasi di Jepang, tetapi jenis-jenis pekerjaan seks lainnya legal.
Mika bekerja di industri “pengiriman kesehatan” yang diizinkan secara hukum, sebuah eufemisme untuk layanan pendamping yang berhenti melakukan hubungan intim.
Contoh lainnya dari pekerjaan seks legal adalah layanan seperti seks oral di panti pijat.
Awalnya, ketika pemerintah Jepang mulai menyusun paket bantuan, mereka mengecualikan para pekerja seks dan industri hiburan dewasa. Hal ini lantas mendapat kritik dari para aktivis dan anggota oposisi, yang menyebut pengecualian itu sebagai diskriminasi pekerjaan.
“Jangan mengecualikan pekerja seks dalam menerima uang dukungan. Kami ingin pekerja seks dan anak-anak mereka dilindungi, seperti pekerja lainnya,” kata organisasi advokasi Jepang Pekerjaan Seks dan Kesehatan Seksual (SWASH), dalam sebuah surat kepada pemerintah.
Para pejabat kemudian berbalik arah, mengumumkan beberapa hari kemudian bahwa rencana yang diusulkan akan mencakup mereka yang bekerja secara legal di industri seks.
Di bawah pedoman yang disusun, agen dan pekerja seks dapat menerima subsidi bagi mereka yang harus tinggal di rumah untuk merawat anak-anak selama penutupan sekolah. Pekerja seks juga dapat mengajukan permohonan bantuan tunai, tersedia untuk orang-orang yang kehilangan penghasilan karena virus corona.
Editor: Feby Ferdian