Topcareer.id – Kasus perundungan terus marak terjadi di Tanah Air. Ironinya banyak kasus perundungan justru terjadi di lingkungan sekolah. Lingkungan di mana siswa seharusnya belajar sesuatu yang baik dan positif.
Pelaku perundungan terkadang tidak hanya dilakukan oleh sesama siswa tetapi juga oleh sejumlah pendidik. Entah sadar atau tidak oknum guru terkadang turut melakukan tindakan tak terpuji ini. Tak memandang sekolah negeri, swasta ataupun sekolah-sekolah berkelas internasional kasus perundungan anak tetap tinggi sampai hari ini.
Keresahan hati sebagai korban perundungan inilah yang lantas membuat penulis buku bernama Epi Jones menuangkannya dalam sebuah karya berjudul Hourglass yang diterbitkan oleh Orbit Indonesia.
Dengan bahasa yang gamblang dan lugas, khas anak muda yang gaul dan cenderung sarkas, Epi Jones mengungkapkan fakta riil tentang perundungan dan diskriminasi yang dialaminya dan juga teman-temannya.
Dalam buku Hourglass, Epi Jones juga menerangkan bentuk-bentuk diskriminasi yang kerap dilakukan siswa-siswi di sekolah internasional tanpa pandang bulu.
Bahkan kata-kata sumpah serapah dan seisi kebun binatang Ragunan seolah telah menjadi alat komunikasi yang wajar diantara para siswa di sekolah berkelas internasional tersebut. Tentu ini sebuah ironi.
Secara keseluruhan buku Hourglass ini layaknya catatan harian sang penulis, yang berisi unek-unek tentang kehidupan yang dialaminya sebagai seorang remaja. Cerita tentang teman-temannya di sekolah, tentang orang tua dan keluarganya, dan juga tentang kehidupan sehari-hari penulis, baik di sekolah, keluarga maupun di lingkungan teman-teman sebayanya.
Sebagai contoh saat penulis menceritakan bagaimana untuk pertama kalinya merasakan ketertarikannya dengan lawan jenis. Epi harus berupaya untuk mengalahkan rasa malunya dan mengeluarkan keberaniannya hanya untuk sekedar mengirim chat ke wanita yang ditaksirnya bernama Pricil.
Namun segala usahanya itu gagal, Epi harus menerima kenyataan bahwa wanita yang ditaksirnya itu menolaknya dengan alasannya yang lagi-lagi sangat diskriminasi. “Ogah sama cowok gendut gak jelas”ujar Pricil. Epi pun patah hati. Namun Epi berjuang untuk move on setelah ditolak oleh Pricil. Dan kembali berani mendekati wanita-wanita yang ditaksirnya, meski untuk kesekian kalinya tetap gagal.
Membaca buku Hourglass setebal 257 ini, pembaca akan menjadi semakin tahu bahwa perundungan atau diskriminasi itu memang umum dilakukan oleh kelompok mayoritas. Namun ketika dalam satu lingkungan tertentu mayoritas tersebut menjadi minoritas maka mereka pun akan mendapat perlakukan diskriminasi yang sama.
Maka, pesan yang ingin disampaikan penulis berusia 23 tahun dalam bukunya Hourglass ini ialah perluas pertemanan tanpa melihat suku, ras dan agama serta golongannya. Berani melawan untuk mempertahankan idealisme positif yang kita punya.
Untuk mendapatkan buku Hourglass kamu dapat membelinya secara online di bukuindie.com dan tokopedia.com.