Topcareer.id – Pemerintah memang berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap bahan pokok atau sembako. Namun, Menteri Keuangan menjelaskan semabko yang akan dikenakan PPN bukanlah sembako yang dijual di pasar tradisional.
Memang, berdasar draft Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), ada sederet sembako yang akan dikenakan pajak, yakni: Beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, gula konsumsi.
Menkeu menyampaikan bahwa kebutuhan pokok yang akan dikenakan PPN adalah sembako jenis premium impor. Ia menyebut beras premium impor seperti beras basmati, beras shirataki yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas.
Baca juga: Kemenkeu Klarifikasi Soal Sembako Dan Sekolah Yang Bakal Dikenai PPN
“Misalnya beras produksi petani kita seperti Cianjur, rojolele, pandan wangi, dll yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak (PPN),” kata Sri Mulyani dalam akun Instagram pribadinya @smindrawati, Selasa (15/6/2021).
Ia menambahkan, demikian juga daging sapi premium seperti daging sapi Kobe, Wagyu yang harganya 10-15 kali lipat harga daging sapi biasa, di mana seharusnya perlakukan pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak.
Lebih lanjut Menkeu mengatakan, dalam menghadapi dampak Covid yang berat, saat ini Pemerintah justru memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi. Pajak UMKM, pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan dan ditanggung pemerintahan.
“Pemerintah membantu rakyat melalui bantuan sosial, bantuan modal UMKM seperti yang telah diterima pedagang sayur di Pasar Santa tersebut, diskon listrik rumah tangga kelas bawah, internet gratis bagi siswa, mahasiswa dan guru.”