TOPCAREER.ID – Ilmuwan diaspora yang menetap di luar negeri memiliki pengalaman yang dapat dibagikan ke perguruan tinggi di Indonesia. Walaupun saat ini ilmu pengetahuan terbaru di sudah dapat diakses dan dipelajari di Indonesia, pengalaman dari ilmuwan diaspora saat bekerja di institusi riset dan pendidikan tinggi terbaik di luar negeri masih diperlukan Indonesia, demikian ungkap Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, yang didampingi oleh Menristekdikti Mohamad Nasir.
“Dulu di Amerika orang baca buku mungkin edisi terakhir, edisi lima atau enam. Kita di Indonesia masih edisi satu. Sekarang semuanya edisi sama, dapat kita peroleh dalam waktu yang sama,” ungkap Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla pada Senin (19/8) di Kantor Wakil Presiden, Jalan Merdeka Utara, Jakarta pada saat Pembukaan Rangkaian Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) 2019.
SCKD 2019 ini diadakan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Tinggi (SDID) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang dihadiri 52 ilmuwan diaspora yang menetap di berbagai negara.
Wakil Presiden mengungkapkan pengalaman dari para diaspora ini yang tidak dimiliki oleh perguruan tinggi di Indonesia.
“Guru yang terbaik adalah pengalaman. Anda punya pengetahuan dan pengalaman, tentu itulah yang dibutuhkan, sharingnya,” ungkap Wakil Presiden.
Wakil Presiden mengungkapkan bahwa pengalaman dalam melakukan penelitian dan menciptakan inovasi di luar negeri, inilah yang memperkuat pendidikan tinggi, riset dan penciptaan inovasi di Indonesia. Bahkan Wapres Jusuf Kalla mengungkapkan keterkaitan riset, teknologi, inovasi dengan pendidikan tinggi, ini menjadi alasan mengapa Pemerintah RI menggabungkan Direktorat Pendidikan Tinggi Kemendikbud kedalam struktur Kemenristek, sehingga menjadi Kemenristekdikti di tahun 2014.
“Suatu kemajuan atau inovasi itu dasarnya nilai tambah (vallue added). Dasarnya nilai tambah itu adalah riset dan atau teknologi (ristek). Dasarnya inovasi dan iptek itu adalah pendidikan yang berkualitas. Kenapa Indonesia menggabungkan pendidikan dengan riset, teknologi? karena kita memahami memiliki pendidikan berkualitas saja itu tidak cukup tanpa ristek dan inovasi, karena risetlah yang membuat inovasi, tapi tanpa pendidikan yang berkualitas juga riset tidak akan jalan dan inovasi tidak akan tercipta, jadi sangat strategis jika sektor-sektor tersebut tergabung,” ungkap Wapres Jusuf Kalla.
Wapres Jusuf Kalla memberikan kebebasan kepada para diaspora tersebut untuk bekerja di luar negeri maupun kembali ke Indonesia, karena mereka juga menyumbang devisa ke Indonesia saat bekerja di luar negeri. Wapres mengungkapkan banyak negara yang mendapat devisa dari para diasporanya, bahkan Filipina mendapatkan devisa mencapai 20 persen dari diasporanya.
“Kalau memang kembali, silakan. Semua welcome. Tapi kalau pun tetap di luar, itulah yang tetap terjadi dengan orang India, orang China, orang Filipina dan mereka maju karena itu,” ungkap Wakil Presiden.
Pada kesempatan ini, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengungkapkan Kemenristekdikti hadir untuk mendukung para ilmuwan diaspora, untuk berkontribusi di Indonesia, melalui berbagai cara, termasuk melalui Simposium Cendekia Diaspora Kelas Dunia yang mendiskusikan banyak gagasan-gagasan bagi bangsa Indonesia.
“Sesuai dengan impian yang disampaikan Bapak Presiden RI Jokowi, yaitu penekanan oada pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia pada tahun 2020 dan seterusnya, dan sesuai dengan semboyan yang disampaikan pada Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus Tahun 2019, yaitu Sumber Daya Unggul, Indonesia Maju, hal ini adalah sangat penting tentang ‘bagaimana seluruh warga negara Indonesia yang ada di luar negeri bisa berkontribusi untuk membangun pendidikan maupun ekonomi Indonesia menjadi lebih baik’,” ungkap Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir.
Mewakili para ilmuwan diaspora, Ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) Deden Rukmana mengungkapkan ada antusiasme dari ilmuwan Indonesia di berbagai negara untuk berkontribusi nyata kepada Indonesia.
“Para ilmuwan diaspora yang datang di sini berjumlah 52 orang dari 13 negara. Di antara mereka juga ada yang telah lebih dari 25 tahun di luar Indonesia,” ungkap Ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) Deden Rukmana.
Ketua I4 juga mengungkapkan bahwa lamanya para diaspora Indonesia bekerja di luar negeri tidak membuat mereka enggan berkontribusi untuk Indonesia.
“Berapa tahun pun ilmuwan diaspora sudah di luar, baik satu dua tahun maupun 25 tahun, tapi kecintaan kami terhadap Republik Indonesia tetap tinggi dan mendalam, jadi ketika Indonesia memanggil, kami datang,” ungkap Ketua I4 Deden Rukmana.
Dalam kesempatan ini turut hadir Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir, Ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) Deden Rukmana, Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti Ainun Na’im, Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (SDID) Ali Ghufron Mukti, Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Jumain Appe, Sesirjen Yusrial, Karo Kerja Sama dan Kompublik Nada Marsudi, Plt. Karo Hukum dan Organisasi Ani Nurdiani Azizah, Karo SDM Ari Hendrarto Saleh, Sesdirjen SDID Anondho Wijanarko, Sesdirjen Kelembagaan Iptekdikti Agus Indarjo, Direktur Sarana dan Prasarana SDID Mohammad Sofwan Effendi, para ilmuwan diaspora, dan para pejabat Kemenristekdikti lainnya.
Read more at https://ristekdikti.go.id/kabar/pengalaman-ilmuwan-diaspora-meneliti-di-luar-negeri-dapat-bermanfaat-bagi-indonesia/#XTXXH8O84FJAklfq.99