TopCareerID

Profesi Paling Rentan Bunuh Diri: Dokter

Topcareer.id Kamu seorang dokter? Atau ada anggota keluargamu yang berprofesi dokter? Buat dokter, calon dokter atau keluarganya dokter, ini kabar penting. Menurut survei terbaru Medscape, sekitar 15 persen dokter mengalami depresi, dan 44 persen mengatakan mereka kelelahan. Bahkan, menurut Reuters, dokter lebih mungkin meninggal karena bunuh diri daripada profesi lainnya. Duh, seram ya…

Ya, para dokter memang bertugas untuk merawat, medeteksi penyakit, tetapi dari penelitian itu menunjukkan sebenarnya kesehatan mereka sendiri butuh perhatian lebih. Apalagi mengingat tuntutan profesi mereka hingga bisa meningkatkan risiko kelelahan bahkan kematian karena bunuh diri.

Rata-rata, seorang dokter meninggal karena bunuh diri terjadi lebih dari sekali sehari. Dr. Carter Lebares, Direktur Center for Mindfulness in Surgery di University of California, San Francisco mengatakan bahwa ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap hal ini.

“Kutipan dari responden dalam survei Medscape menangkap hal ini dengan sangat tajam: kemarahan atas sistem kesehatan yang buruk, kehilangan waktu dengan pasien, diminta untuk mengorbankan waktu pribadi yang semakin berkurang untuk ‘memperbaiki diri kita sendiri,’ dan demoralisasi. Satu-satunya jalan keluar adalah berhenti atau membatasi pekerjaan,” kata Dr. Carter dalam The Fix.

Survei menunjukkan bahwa tugas administrasi adalah penyebab terbesar stres, dengan 59 persen dokter merasa berat dibebani pekerjaan itu.

Para pemicu stres lainnya menghabiskan terlalu banyak waktu di tempat kerja, tidak dibayar cukup atau meributkan catatan elektronik. Sekitar sepertiga dari dokter mengatakan mereka terkena dampak masing-masing. Sebanyak 20 persen responden mengatakan mereka merasa “seperti ban berjalan.”

Lebih lanjut Dr. Carter mengatakan bahwa dokter perlu diajari untuk mengelola stres mereka dengan cara yang lebih sehat.

“Pendekatan yang kami promosikan dalam penelitian kami untuk ahli bedah, termasuk pelatihan kognitif untuk pengurangan stres melalui pelatihan meditasi yang penuh kesadaran, keterampilan belajar untuk advokasi, dan melibatkan institusi untuk mengatasi perubahan yang lebih luas,” tuturnya.

Namun, banyak dokter menggunakan mekanisme koping (upaya menanggulangi stres) yang tidak sehat untuk mengatasi tekanan pekerjaan.

Ada 21 persen perempuan dan 23 persen dokter laki-laki mengatakan bahwa mereka minum alkohol untuk mengatasinya, sementara 38 persen perempuan dan 27 persen laki-laki beralih ke junk food.

Beberapa memiliki kebiasaan yang lebih sehat untuk manajemen stres: 52 persen perempuan dan 37 persen laki-laki mengatakan mereka berbicara dengan keluarga dan teman. Sementara 51 persen laki-laki dan 43 persen perempuan berolahraga untuk mengurangi kelelahan.

Sementara itu, pasien dapat dipengaruhi oleh kelelahan dokter: Dokter melaporkan membuat kesalahan, mengekspresikan frustrasi dan tidak mencatat dengan hati-hati karena kelelahan mereka saat memeriksa pasien.*

Editor: Ade Irwansyah

Exit mobile version