Topcareer.id – Financial technology alias fintech hadir sebagai sebuah keniscayaan zaman. Fintech lantas dianggap disrupsi terhadap industri keuangan, terutama perbankan. Tapi, benarkah demikian?
Meski sama-sama di industri keuangan, bukan berarti banyaknya layanan fintech yang bermunculan dengan berbagai kemudahan itu menjadi pesaing perbankan. Justru yang terjadi bukanlah persaingan, melainkan kolaborasi.
Hal itu seperti yang dikatakan Tumbur Pardede, Ketua Bidang Kelembagaan dan Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dalam acara Indonesia Fintech Summit & Expo 2019-Innovation for Inclusion, Selasa (24/9/2019).
Menurutnya, fintech peer to peer lending (jasa keuangan soal pinjam meminjam) ini tak bisa berdiri sendiri yang di era 4.0 semuanya berupa economy sharing sehingga kolaborasi menjadi penting. Fintech tak akan bisa menjalankan usaha tanpa adanya eksistensi bank.
“Ini tentang kolaborasi. Bekerja sama dengan semua pihak, bekerja sama dengan ekosistem. Ada juga platform-platform (fintech) yang bekerja sama dengan ecommerce yang punya berbagai macam kemudahan,” ucap Tumbur.
Hal sama dikatakan oleh Deputi Direktur Perizinan dan Pengawasan Financial Technology Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Rati Connie Foda. Soal ketentuan, bank tidak akan sama dengan usaha fintech.
Perbedaan bank dengan fintech
Ketentuan bank tetap akan lebih rigid daripada fintech peer to peer lending. Lebih lanjut Rati menuturkan, bank merupakan lembaga penghimpun dana masyarakat sedangkan fintech adalah perantara.
“Jadi fintech tidak menghimpun dana. Karena fintech tidak menghimpun dana jadi ketentuannya tidak bisa disamakan dengan bank (lebih rigid). Oleh karena itu untuk ke depan, arah pengawasan dari fintech lebih kepada code of conduct. Oleh sebab itu, peranan dari asosiasi cukup besar,” ucapnya.
Rita mengarahkan agar bank dengan fintech terus berkolaborasi, misal dalam hal penyaluran pinjaman. Selama ini fintech sudah menfaatkan jasa bank, dalam hal penyaluran pinjaman menggunakan rekening bank. Hal itu dinilai meningkatkan inklusi keuangan (kondisi di mana setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan). Kok, bisa?
Ketika fintech bergerak ke pelosok dengan agen-agennya menuju masyarakat yang belum bankable atau belum tersentuh layanan perbankan, maka di situ ada transaksi pembukaan rekening baru. Jadi, hampir setiap lapisan masyarakat bisa tersentuh dengan layanan keuangan formal yang berkualitas.
“Bank-bank bisa menyalurkan pinjamannya yang mikro, yang bagi bank terlalu tinggi biayanya itu bisa dilakukan oleh fintech sehingga bank menyalurkan pinjaman melalui fintech. Jadi ada kerja sama seperti itu. Tetapi dari segi pengaturan tetap berbeda. Artinya dari sisi tingkat ketatnya pengawasan itu.” *
Editor: Ade Irwansyah