Topcareer.id – Program vokasi saat ini dirasa belum efektif karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), 11,24% pengangguran didominasi oleh lulusan SMK.
Padahal, pendidikan vokasi dibekali dengan keahlian dalam bidang tertentu, sehingga peluang kerjanya seharusnya lebih besar dibandingkan pendidikan lainnya. Jadi apakah yang salah dalam pendidikan vokasi di Indonesia?
Salah satu Vocational Education, Kiky Hendarin mengatakan masih banyak hambatan yang ditemui untuk mengembangkan pendidikan vokasi di Indonesia saat ini.
“Pertama, masih banyaknya pengajar yang belum memadai karena tidak berlatar belakang dari dunia industri itu sendiri, sehingga memberikan pendidikan yang tidak up to date terhadap peluang dan kebutuhan dunia kerja,” ujar Kiky kepada Topcareer.id di Hotel Mercure, Jakarta Pusat pada Kamis, (10/10/2019).
“Kedua, jumlah pendidikan vokasi masih terbilang sedikit daripada perguruan tinggi negeri maupun swasta.” tambahnya.
Swiss menjadi negara panutan dalam pendidikan vokasi. Ada komponen yang bisa diadopsi oleh pendidikan vokasi di Indonesia, seperti rasio praktek yang jauh lebih banyak dibandingkan teori sehingga lulusannya bisa berkompetensi tinggi.
Selain itu, kurikulum juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Saat ini, kurikulum di Indonesia masih diambil dari politeknik yang sudah berjalan, atau dari beberapa universitas lain yang kemudian diadopsi dan dijadikan kurikulum baru.
“Jadi tidak diaktualisasi berdasarkan perubahan yang ada di industri, dan sebaiknya kurikulum dibuat oleh orang industri itu sendiri” katanya.
Kiky menambahkan, sekolah vokasi yang saat ini dibutuhkan dapat dilihat berdasarkan sektor industri yang berpotensi meningkatkan ekonomi, seperti industri kayu.
Indonesia memiliki hutan tebesar ke 3 di Asia, tetapi nilai ekspor masih terbilang kecil dibandingkan vietnam. Hal ini lantaran kita masih menjualnya dalam bahan mentah sehingga tidak memiliki nilai jual yang tinggi.
“Industri ini belum maksimal, bahan baku banyak, permintaan banyak, harga melonjak naik tapi kita tidak dapat hasilnya.” ujar Kiky.
Editor: Feby Ferdian