TopCareerID

Ini Alasan Kenapa Wanita Muda Korea Enggan Menikah

Wisatawan sedang menuju obyek wisata Nami Island, Korea Selatan. Foto: Topcareer.id/Wulan

Topcareer.id – Selama empat dekade terakhir, Korea Selatan telah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Melansir data Statistics Times, Jumat (13/12/2019) tahun 2019 ekonomi Korea masuk empat terbesar di Asia setelah Jepang, China dan India dengan GDP mencapai $ 2,14 triliun.

Sayangnya, pesatnya pertumbuhan ekonomi Korea berbanding terbalik dengan pertumbuhan populasi penduduk di Negeri Gingseng tersebut. Kenapa?

Saat berkunjung ke Korea Selatan 6-10 Desember 2019 lalu, Topcareer.id mendapat informasi bahwa kini banyak perempuan Korea enggan menikah lantaran mereka tidak mau direpotkan dengan urusan rumah tangga dan mengasuh anak.

Di Korea seorang istri yang bekerja masih harus menghabiskan waktu empat kali lebih lama untuk pekerjaan rumah tangga daripada suami mereka. Akibatnya semakin banyak wanita Korea Selatan bersatu menolak norma patriarkal yang kaku dan bersumpah untuk tidak menikah, tidak punya anak dan tidak berkencan atau berhubungan seks.

“Secara tradisi, pria di Korea memang tidak mau masuk dapur. Jadi semua pekerjaan rumah harus dikerjakan oleh istri. Sementara istri sudah capek dengan urusan di kantor, sampai rumah masih harus melakukan pekerjaan rumah. Oleh karena itu banyak wanita dengan pendidikan tinggi dan pekerjaan yang mapan memilih untuk tidak menikah.”ujar salah seorang warga Korsel yang tak ingin disebut namanya. Warga Korsel ini kebetulan menjadi Tour Guide Topcareer.id selama berada di Korea.

Berdasarkan data satu dekade lalu, sekitar 47 persen wanita Korea yang belum menikah mengatakan mereka menganggap pernikahan itu perlu. Namun tahun 2018 turun menjadi 22,4 persen. Sementara jumlah pasangan yang menikah pun merosot menjadi 257.600, turun dari 434.900 pada tahun 1996.

“Saya selalu merasa bahwa sebagai seorang wanita menikah itu lebih banyak rugi daripada untungnya,” kata Bonnie Lee, seorang profesional berusia 40-an yang tinggal bersama anjingnya di dekat Seoul, seperti dikutip dari Straits Times, Jumat (13/12/2019).

Lee tidak sendirian, ia telah membuat sebuah gerakan feminis radikal bernama “4B” atau “Empat NO”: NO kencan, NO seks, NO pernikahan, dan NO pengasuhan anak. Diam-diam komunitas 4B atau 4No telah memiliki anggota sebanyak 4.000 orang.

Sementara itu, Yoon Ji-hye, seorang youtuber berusia 24 tahun merasa wanita Korea sering diharapkan untuk menjadi wanita yang pasif, kekanak-kanakan, ceria, serta menarik. Akibatnya kini Yoon Ji-Hye sangat menghindari industri kecantikan yang sedang booming di negara itu.

“Saya dulu menghabiskan waktu berjam-jam untuk belajar teknik make-up, menonton video youtube, dan menghabiskan sekitar 200 dolar untuk produk kecantikan setiap bulan,” kenang Yoon.

Menanggapi fenomena ini, seorang sosiolog dari Universitas Stanford di AS, Shin Gi-wook turut berkomentar.

“Ada empat kategori yakni pernikahan, peran sebagai ibu, kencan, dan seks – sering menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dari laki-laki. Bahwa perempuan perlu mencari cara-cara tertentu untuk menyenangkan pria.”ujar Shin Gi-wook.

Fenomena ini jika dibiarkan tentu sangat berisiko dan dapat menimbulkan bencana demografi bagi Negeri Gingseng tersebut. Bahkan kabarnya kini tingkat kesuburan total di Korea Selatan merosot tajam. Jumlah anak yang diharapkan dimiliki seorang wanita dalam masa hidupnya turun menjadi 0,98 pada tahun 2018, jauh di bawah angka 2,1 yang dibutuhkan untuk menjaga populasi tetap stabil.

Pemerintah Korea memperkirakan 55 juta populasi Korsel akan turun menjadi 39 juta pada tahun 2067, ketika setengah dari negara tersebut akan berusia 62 atau lebih. Namun rupanya pemerintah Korea tidak tinggal diam menghadapi ancaman bencana demografi ini. Berbagai upaya mulai dilakukan pemerintah berwenang seperti mempromosikan pernikahan dengan menawarkan tunjangan perumahan bagi pengantin baru dan pinjaman murah.

Exit mobile version