TopCareerID

Studi McKinsey: 49% Pekerjaan Dunia Terancam Diganti Robot

Ilustrasi peneliti MIT menyebut bahwa gangguan akibat AI tidak akan terjadi dalam waktu dekat secara tiba-tiba.

Ilustrasi peneliti MIT menyebut bahwa gangguan akibat AI tidak akan terjadi dalam waktu dekat secara tiba-tiba. (source: Shutterstock)

Topcareer.id – Otomasi adalah hal yang paling diantisipasi di era revolusi industri 4.0. Banyak pekerjaan yang nantinya akan hilang dan digantikan robot. Bahkan, menurut Laporan McKinsey pada 2017 lalu, 49 persen pekerjaan global memiliki potensi untuk diotomatisasi.

“Hampir setengah dari aktivitas pekerja yang tercatat di ekonomi global memiliki potensi untuk diotomatisasi dengan adaptasi teknologi. Menurut analisis kami, potensi ini mencakup lebih dari dua ribu kegiatan kerja di 800 pekerjaan,” tulis McKinsey Global Institute dalam laporannya.

Dalam laporan itu, disebutkan bahwa kategori pekerjaan yang terkena risiko otomatisasi adalah kegiatan mengolah atau mengumpulkan data. Juga termasuk aktivitas fisik dan mengoperasikan mesin. Pekerjaan-pekerjaan ini berpotensi tinggi diotomatisasi.

Meskipun otomasi adalah fenomena global, empat ekonomi terbesar (Cina, India, Jepang dan Amerika Serikat) yang menyumbang setengah dari total upah global, hampir dua pertiga jumlah karyawannya terancam digantikan oleh teknologi.

Tak hanya itu, lima negara Asean (Asia Tenggara) juga berisiko terkena otomatisasi. Indonesia adalah salah satu di dalamnya.

  1. Kamboja 60,69 % – warganya bergantung pada sektor garmen.
  2. Thailand 62,39% – warganya bergantung pada sektor otomotif.
  3. Vietnam 55,70% – warganya bergantung pada garmen.
  4. Indonesia 60,28% – warganya bergantung pada sektor retail.
  5. Filipina, 64,49% – warganya bergantung pada layanan informasi.

Lalu, pekerjaan seperti apa yang bisa selamat dari otomatisasi ini?

“Pekerjaan yang berkaitan atau berinteraksi dengan pemangku kepentingan, menerapkan keahlian dalam pengambilan keputusan, perencanaan, tugas-tugas kreatif, atau mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia.” jelas McKinsey Global Institute dalam laporan tersebut.

Editor: Feby Ferdian

Exit mobile version