TopCareerID

Jabat Tangan Baiknya Tak Perlu Lebih dari 3 Detik

Sumber foto: Unsplash

Sumber foto: Unsplash

Topcareer.id – Jabat tangan merupakan satu etika dalam komunikasi yang kerap menentukan seberapa sukses kamu. Kuat lemahnya jabat tangan pun jadi ukuran sendiri dalam menilai seseorang. Lama atau tidaknya jabat tangan juga memiliki arti.  

Studi yang dilakukan mahasiswa University of Dundee menemukan bahwa jabat tangan yang berlangsung lebih dari tiga detik sering memicu kecemasan.

“Jabat tangan adalah salam yang sangat penting dan dapat memiliki konsekuensi jangka panjang untuk hubungan yang kita bentuk,” ucap Dr. Emese Nagy, pembaca psikologi yang memimpin penelitian tersebut, kepada Telegraph.

“Ada bukti yang menunjukkan bahwa banyak perilaku, seperti pelukan, dan penelitian ini telah mengonfirmasi bahwa jabat tangan yang terjadi dalam kerangka waktu ini (tiga detik) terasa lebih alami bagi mereka yang berpartisipasi dalam salam.”

Baca juga: Bisnis Mainan Truk Kayu yang Tak Lagi Populer

Setelah analisis, Nagy dan timnya menduga bahwa panjang jabat tangan normal memuncak pada waktu tiga detik. Jabat tangan yang tidak melebihi panjang ini biasanya disertai senyum dan tawa keduanya, yang merupakan tanda ucapan selamat yang sukses.

Jika jabat tangan kurang dari waktu tiga detik, ada senyuman yang terlihat lebih sedikit tetapi tidak ada prediktor kecemasan yang terlihat. Bahkan, para peserta masih bersedia menggambarkan aksi tangan singkat ini sebagai komunikasi “alami.”

Sebaliknya, semakin lama jabat tangan berlangsung, maka seseorang akan merasa sedang berusaha didominasi. Ini terutama berlaku untuk jabat tangan yang mendekati 13 detik.

“Politisi tertarik pada jabat tangan yang berkepanjangan, yang sering digunakan sebagai ungkapan kehangatan tetapi juga sebagai sarana menunjukkan otoritas,” tambah Nagy.

Meskipun jabat tangan yang lebih lama dianggap secara estetis mengesankan bagi subjek yang menonton, tapi kesan yang tersisa secara konsisten adalah negatif.

“Temuan kami menunjukkan bahwa meskipun melakukan hal itu mungkin terlihat mengesankan untuk kamera, perilaku ini berpotensi membahayakan kualitas kerja dan hubungan pribadi mereka sejak awal, yang dapat berdampak pada jutaan orang.”

Exit mobile version