Topcareer.id – Hingga saat ini, virus corona masih terus berkembang kasusnya, termasuk penelitian virus hingga penciptaan vaksin.
Pun sampai saat ini, belum ada obat yang jelas dan terkonfirmasi secara ilmiah bisa menyembuhkan Covid-19. Tapi, belakangan informasi beredar pengakuan penemuan obat Covid-19.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), dr Mahesa Paranadipa Maikel, MH pun menerima banyak pertanyaan untuk menanggapi isu penemuan obat Covid-19 tersebut.
“Terhadap kasus siapapun yang mengaku menemukan obat Covid-19, menurut saya ada banyak sekali sanksi hukum yang bisa dikenakan,” kata dia dalam siaran pers yang diterima Topcareer.id, Jumat (14/8/2020).
Baca juga: Pertamina Sumbang Rp839 Miliar untuk Penanganan Covid-19
Pertama, lanjutnya, apabila orang tersebut menggunakan titel dokter atau profesor yang apabila ternyata tidak dimilikinya/palsu, maka dapat dikenakan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Selain itu, ada juga ancaman pidana bagi orang yang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik (Pasal 77 UU Praktik Kedokteran).
“Orang yang melakukan tindakan tersebut dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah),” paparnya.
Baca juga: Studi: Remaja yang Gunakan Vape Berisiko Tinggi Terpapar Covid-19
Kedua, kata dia, apabila orang tersebut menjual atau mempromosikan obat herbal/tradisional yang diklaim sebagai obat penyembuh dari Covid-19, akan terkena pasal 8 UU Perlindungan Konsumen, yaitu memproduksi/memperdagangkan jasa yang tidak sesuai dengan iklan/promosi.
Pasal 62 UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur bahwa hal tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
Selain itu, dalam pasal 58 UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
“Jika sampai ada korban dari penggunaan obat herbalnya, aparat penegak hukum bisa menjeratnya dengan pasal 359 atau 360 KUHP,” ujarnya**(Feb)