TopCareerID

Penelitian: Dibutuhkan Lebih dari 100 Jam untuk Atasi Rasa Sedih

Ilustrasi putus cinta.

Topcareer.id – Peneliti telah menemukan bahwa kesedihan yang dialami seseorang bisa berlangsung lebih dari 100 jam dibandingkan emosi lainnya, termasuk perasaan malu, terkejut, jengkel atau bahkan bosan.

Mengatasi putus cinta, berkabung atas orang yang dicintai, atau secara umum merasa sedih dalam kekecewaan bisa membuat orang kewalahan.

Kesedihan sering kali sejalan dengan peristiwa yang berdampak lebih besar seperti kematian atau kecelakaan, jelas para peneliti.

Dan karena itu orang membutuhkan lebih banyak waktu untuk memikirkan dan mengatasi apa yang terjadi untuk memahaminya sepenuhnya.

Baca Juga: Musik Sedih Justru Tingkatkan Semangat, Ini Alasannya

Untuk menguji panjang dan efek emosi, Philippe Verduyn dan Saskia Lavrijsen dari Universitas Leuven di Belgia meminta 233 mahasiswa untuk mengingat kembali episode emosional terbaru dan melaporkan durasinya.

Para peserta juga harus menjawab pertanyaan tentang strategi yang mereka gunakan untuk mengatasi emosi tersebut.

Dari 27 emosi yang diuji, kesedihanlah yang bertahan paling lama, sedangkan perasaan seperti malu, terkejut, takut, jijik, bosan, tersentuh, tersinggung, atau merasa lega berakhir jauh lebih cepat.

Biasanya, dibutuhkan waktu hingga setidaknya 120 jam untuk berhenti dari merasa sedih, tapi cukup 30 menit untuk mengatasi perasaan jijik dan malu.

Baca Juga: Ini Perbedaan antara Kesedihan dan Depresi

Kebencian bisa berlangsung selama 60 jam, diikuti kegembiraan selama 35 jam. Kebosanan juga tercatat di antara emosi yang lebih pendek, dan Profesor Verduyn dan Profesor Lavrijsen mengklaim ini berarti bahwa meskipun waktu tampaknya berlalu dengan lambat ketika seseorang merasa bosan, episode kebosanan biasanya tidak berlangsung selama itu.

Penelitian mereka, yang diterbitkan dalam jurnal Springer, Motivation and Emotion, adalah yang pertama memberikan bukti untuk menjelaskan mengapa beberapa emosi bertahan lebih lama daripada yang lain.

Para peneliti juga menemukan bahwa emosi yang berlangsung lebih singkat biasanya ditimbulkan oleh peristiwa yang memiliki kepentingan relatif rendah yang melekat padanya.

Di sisi lain, emosi yang bertahan lama cenderung disebabkan oleh peristiwa yang memiliki implikasi kuat terhadap perhatian utama seseorang.

Profesor Verduyn menambahkan beberapa implikasi ini mungkin hanya menjadi jelas dari waktu ke waktu, yang kemudian menyebabkan emosi dipertahankan atau diperkuat.

Karena itu, perasaan itu bertahan saat seseorang memikirkan kembali peristiwa dan konsekuensi berulang kali. Durasi ditemukan sebagai dimensi yang dapat membedakan antara emosi.

Misalnya, Verduyn dan Lavrijsen menemukan bahwa rasa bersalah adalah emosi yang bertahan lebih lama daripada rasa malu, sementara kecemasan bertahan lebih lama daripada rasa takut.

“Merenung adalah penentu utama mengapa beberapa emosi bertahan lebih lama dari yang lain. Emosi yang terkait dengan perenungan tingkat tinggi akan bertahan paling lama,” kata Profesor Verduyn. “Emosi yang bertahan lama cenderung tentang sesuatu yang sangat penting,” ujar Lavrijsen menjelaskan lebih lanjut.**(RW)

Exit mobile version