TopCareerID

Peneliti Stanford: Anak-Anak Butuh 3 Hal Ini Tapi Banyak Orang Tua Gagal Memberikannya

Topcareer.id – Ketakutan masyarakat tentang bagaimana teknologi merusak kemampuan anak-anak untuk fokus dan mencapai kesuksesan telah mencapai puncaknya, dan banyak orang tua telah mengambil tindakan ekstrem.

Penelusuran cepat di YouTube mengungkap ribuan video orang tua yang menyerbu kamar anak-anak mereka, mencabut komputer atau konsol game, dan menghancurkan perangkat menjadi beberapa bagian.

Namun, inilah yang kebanyakan orang tua tidak pahami. Teknologi bukanlah masalahnya, dan menegakkan aturan ketat seputar penggunaan teknologi bukanlah solusinya. Seharusnya akar penyebab gangguan anak-anak yang perlu ditangani.

Baca Juga: Survei: 50% Orangtua Tak Ingin Anaknya Berkarier di Balik Meja Kantor

Sebagaimana tubuh manusia membutuhkan makronutrien untuk bekerja dengan baik, jiwa manusia memiliki kebutuhannya sendiri untuk berkembang. Anak-anak pun memiliki kebutuhan psikologis.

Jadi, ketika anak-anak tidak diberi “nutrisi psikologis” yang mereka butuhkan, mereka cenderung melakukan perilaku tidak sehat secara berlebihan dan mencari kepuasan yang seringkali di lingkungan virtual.

Jika kamu ingin membesarkan anak-anak yang sukses, ini adalah tiga nutrisi psikologis terpenting yang perlu dipenuhi:

1) Otonomi

Ini mungkin terdengar seperti ide yang buruk, tetapi memberi anak kebebasan untuk mengontrol pilihan mereka sebenarnya bisa menjadi hal yang baik. Menurut satu studi yang dilakukan pada penduduk suku Maya oleh dua profesor psikologi, Marciela Correa-Chavez dan Barbara Rogoff, anak-anak yang kurang terpapar pada pendidikan formal menunjukkan “perhatian dan pembelajaran yang lebih berkelanjutan daripada rekan-rekan mereka dari keluarga suku Maya dengan keterlibatan ekstensif dalam pendidikan barat”.

Dalam sebuah wawancara dengan NPR, Dr. Suzanne Gaskins, yang telah mempelajari suku Maya selama beberapa dekade, menjelaskan bahwa banyak orang tua suku Maya memberi anak-anak mereka kebebasan yang luar biasa. “Daripada meminta orang tua menetapkan tujuan dan kemudian harus menawarkan bujukan dan hadiah untuk mencapai tujuan itu, anaklah yang menetapkan tujuan,” katanya. “Kemudian orang tua mendukung tujuan itu sebisa mereka.” ujar Dr. Suzanne.

Di sisi lain, sebagian besar sekolah formal di Amerika dan negara-negara lain adalah antitesis dari tempat di mana anak-anak memiliki otonomi untuk membuat pilihan sendiri. Dalam studinya, Rogoff mencatat: “Mungkin anak-anak melepaskan kendali atas perhatian mereka ketika itu selalu dikelola oleh orang dewasa.”

Sebaiknya orang tua daripada menjadi orang yang menegakkan aturan ketat pada hal-hal seperti penggunaan teknologi, bantu anak-anak membuat batasan sendiri. Tujuannya agar mereka memahami mengapa waktu online mereka harus dibatasi. Semakin banyak orang tua membantu membuat keputusan dengan mereka, semakin mereka mungkin bersedia mendengarkan bimbingan.

2) Kompetensi

Pikirkan tentang sesuatu yang dikuasai, seperti memasak makanan yang lezat atau parkir paralel di tempat yang sempit. Kompetensi terasa menyenangkan, bukan? Sayangnya, kegembiraan kemajuan adalah perasaan yang bisa memudar di antara anak-anak saat ini. Karena masih saja ada orang tua yang sering memberi pesan pada anak-anaknya bahwa mereka tidak kompeten dalam apa yang mereka lakukan atau mereka sukai. Jika seorang anak tidak berprestasi baik di sekolah dan tidak mendapatkan dukungan individual yang diperlukan, mereka mungkin mulai percaya bahwa mencapai kompetensi itu mustahil. Jadi mereka berhenti mencoba. Dengan tidak adanya kompetensi di kelas, anak-anak beralih ke saluran yang berpotensi tidak sehat untuk mengalami perasaan tumbuh dan berkembang.

Perusahaan yang membuat game, aplikasi, dan gangguan potensial lainnya dengan senang hati mengisi kekosongan itu dengan menjual solusi siap pakai untuk kekurangan “nutrisi psikologis” yang dimiliki anak-anak. Mereka tahu banyak konsumen yang senang naik level, seperti mendapatkan lebih banyak likes dan followers di media sosial. Prestasi ini semuanya memberikan umpan balik cepat atas prestasi yang terasa menyenangkan.

Yang dapat dilakukan orang tua sebaiknya diskusikan dengan anak tentang apa yang mereka sukai, dan dorong mereka untuk mengejarnya dengan cara di mana mereka dapat mencapai tingkat kompetensi.

3) Ciptakan keterkaitan

Seperti halnya orang dewasa, anak-anak ingin merasa penting bagi orang lain dan begitu pula sebaliknya. Kesempatan untuk memenuhi kebutuhan ini berpusat pada kesempatan untuk bermain dengan orang lain. Namun, di dunia saat ini, sifat permainan berubah dengan cepat. Sementara generasi sebelumnya diizinkan bermain setelah sekolah dan membentuk ikatan sosial yang erat, banyak anak saat ini dibesarkan oleh orang tua yang membatasi bermain di luar ruangan, karena banyaknya predator anak, lalu lintas jalan, dan tukang bully.

Selama lebih dari 50 tahun, waktu bermain anak-anak terus menurun, dan hal itu membuat mereka tidak berubah menjadi orang dewasa yang percaya diri. Sayangnya, penurunan ini membuat banyak anak tidak punya pilihan selain tinggal di dalam rumah dan mengandalkan teknologi untuk terhubung dengan orang lain.

Orang tua bisa mencoba memberi anak lebih banyak waktu luang untuk berinteraksi secara langsung dengan orang lain yang sebaya. Ini akan membantu mereka menemukan koneksi yang mungkin mereka cari secara online atau melalui media sosial.**(RW)

Exit mobile version