TopCareerID

Hacker Korea Utara Diduga Mencoba Membobol Sistem Vaksin AstraZeneca

Ilustrasi peretas luncurkan serangan ransomware.

Topcareer.id – Hacker asal Korea Utara yang dicurigai dikatakan telah melakukan beberapa upaya untuk meretas sistem komputer pembuat vaksin Covid-19 Inggris, Astrazeneca.

Hacker menyamar sebagai perekrut di Linkedin dan WhatsApp, untuk mendekati staf Astrazeneca dengan tawaran pekerjaan palsu, lapor Reuters.

Mereka kemudian mengirimkan dokumen yang dimaksudkan sebagai deskripsi pekerjaan yang penuh dengan kode berbahaya yang dirancang untuk membobol komputer korban.

Serangan tersebut dikatakan telah menargetkan sejumlah karyawan di raksasa farmasi Inggris itu, termasuk mereka yang mengerjakan vaksin Covid-19, tetapi diperkirakan tidak berhasil.

Pyongyang sebelumnya membantah melakukan serangan siber. Hal itu terjadi setelah Korea Selatan mengatakan badan intelijennya telah menggagalkan upaya Korea Utara untuk meretas AstraZeneca.

Seorang pejabat Seoul memperingatkan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menderita “paranoia” Covid-19, hal itu mendorongnya untuk mengambil tindakan “tidak masuk akal” seperti melarang penangkapan ikan dan produksi garam karena kekhawatiran bahwa air laut mungkin telah terkontaminasi oleh virus tersebut.

Baca juga: Di Korea Utara, Ketahuan Nonton Drakor Bisa Dihukum Mati

Microsoft mengatakan bahwa hacker yang bekerja untuk pemerintah Rusia dan Korea Utara itu telah mencoba membobol jaringan tujuh perusahaan farmasi dan peneliti vaksin di Kanada, Prancis, India, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.

Korea Utara terus mengklaim belum ada kasus virus corona di negaranya. Klaim ini telah dipertanyakan oleh para ahli dan pekerja kemanusiaan.

Badan intelijen Korea Selatan mengatakan wabah di Korea Utara tidak dapat dikesampingkan, karena negara itu memiliki perdagangan aktif dan pertukaran orang-ke-orang dengan China sebelum menutup perbatasan pada akhir Januari 2020.

Kim Jong-Un juga diklaim sengaja menyembunyikan korban virus corona dari komunitas internasional.

Pekerja bantuan kemanusiaan Tim Peters, seorang aktivis Kristen yang berbasis di Seoul, mengatakan kepada South China Morning Post bahwa “kamp karantina” Covid-19 telah dibangun untuk menampung pasien di dekat perbatasan China dan Korea Utara. Orang-orang di dalamnya konon dibiarkan hingga meninggal kelaparan.

David Lee, seorang pendeta yang bekerja dengan para pembelot Korea Utara di Seoul, juga mengatakan kepada South China Morning Post bahwa para pengungsi telah melaporkan kasus orang dengan gejala virus corona di Korea Utara dipaksa diisolasi atau ditampung di rumah mereka tanpa makanan atau dukungan lain, dan dibiarkan mati.**(Feb)

Exit mobile version