Topcareer.id – Kekerasan Berbasis Gender (KBG) melalui media online, khususnya dalam bentuk penyebaran konten intim non-konsensual atau non-consensual dissemination of intimate images (NCII), menunjukan peningkatan selama pandemi COVID-19.
Berdasarkan aduan yang masuk kepada Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), sepanjang Maret-Juni 2020 mencapai 169 kasus. Hal ini meningkat nyaris 400 persen jika dibandingkan pada 2019.
NCCI terjadi ketika pelaku memanfaatkan konten intim atau seksual (gambar atau video) milik korban untuk mengancam dan mengintimidasi korban agar menuruti kemauannya.
“Adanya pembatasan sosial, fisik, dan tingginya intensitas stres menyebabkan KBG meningkat secara eksponensial. Sejalan dengan perkembangan saat ini, KBG dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti online dan melalui teknologi informasi dan komunikasi,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dalam siaran pers, Rabu (16/12/2020).
Pemerintah melalui Kemen PPPA, lanjut Menteri Bintang, telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut, sesuai dengan salah satu dari 5 (lima) program prioritas Kemen PPPA, yakni penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Baca juga: 2 Dosis Vaksin Oxford AstraZeneca Disebut Picu Respon Imun Yang Lebih Baik
Upaya tersebut di antaranya menginisiasi Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (BERJARAK) untuk memastikan terpenuhinya hak-hak dasar perempuan dan anak dalam situasi pandemi COVID-19; Mempublikasikan protokol dan pedoman perlindungan perempuan dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan selama pandemi COVID-19; Pengembangan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA); Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA).
Kasubdiv Digital Ar-Risks SAFEnet, Ellen Kusuma mengatakan bahwa KBG biasanya menyerang terkait ketubuhan seseorang, terutama identitas perempuan, walaupun bisa terjadi pada laki-laki.
KBG berbasis online difasililitasi oleh teknologi digital dengan segala kemudahan dan kecanggihannya sehingga teramplifikasi dengan kemudahan bagi pelaku serta dampak lebih besar bagi korban.
“Contoh KBG berbasis online yang pernah ditangani oleh SAFEnet di antaranya ancaman perkosaan, foto diedit dengan narasi objektifikasi seksual, penguntitan, body shaming, dan nomor gawai disebarkan sebagai nomor prostitusi,” tambah Ellen.
Sementara itu, lanjutnya, bentuk pelecehan seksual selama Work From Home (WFH), baik yang dialami oleh perempuan maupun laki-laki mayoritas adalah disebarnya video, foto, audio, pesan teks atau stiker bernuansa seksual tanpa persetujuan.
Ellen menambahkan untuk mencegah KBG berbasis online, maka masyarakat sebaiknya memiliki wawasan dasar di dunia digital, seperti terkait privasi (data pribadi, Personal Identity Information (PII)), consent, ekosistem dunia digital, dan karakteristik dunia digital.**(Feb)