Topcareer.id – Telegram, aplikasi perpesanan ini sudah ada sejak 2013 silam, namun kehadirannya baru viral saat ini karena membawa angin segar bagi para pengguna WhatsApp yang gerah terhadap kebijakan barunya yang dianggap mengganggu privasi.
Kebijakan terbaru dari WhatsApp yang mulai berlaku pada 8 Februari 2021 telah membuat banyak pengguna kecewa dan khawatir akan privasi mereka.
Sebagai aplikasi perpesanan instan berbasis cloud, Telegram kini memiliki setengah miliar pengguna aktif global bulanan dengan 25 juta tambahan pengguna baru hanya di minggu pertama Januari.
Lonjakan unduhan ini menunjukkan bahwa publik kini semakin memahami arti pentingnya data pribadi dan tidak bersedia menukarkan privasinya untuk digunakan oleh platform komunikasi yang menjual data pribadi untuk kepentingan bisnis.
Aplikasi buatan pangusaha muda berusia 36 tahun asal Rusia Pavel Durov ini mengedepankan perlindungan data pribadi dan senantiasa menempatkan penggunanya sebagai prioritas.
Keamanan tingkat tinggi Telegram
Dukungan dua lapisan secure encryption; Secret Chats yang end-to-end dan Cloud Chats menawarkan penyimpanan cloud yang aman dan terdistribusi secara real-time dari Telegram. Kode open source Telegram menjadikannya satu-satunya aplikasi private messaging di dunia yang memiliki builds yang dapat diverifikasi oleh iOS dan Android.
Telegram mendukung dua lapisan enkripsi aman, yakni Secret Chats yang end-to-end dan Cloud Chats yang juga menawarkan penyimpanan cloud yang aman serta terdistribusi secara real-time. Enkripsi server-to-client Telegram digunakan pada Cloud Chats (obrolan pribadi dan grup).
Telegram memberi fasilitas tambahan bagi mereka yang membutuhkan privasi lebih yakni Secret Chats yang menggunakan lapisan tambahan enkripsi client-to-client yang tidak akan meninggalkan jejak di server. Pesan pun bisa dihapus secara otomatis dan tidak mengizinkan pesan untuk di-forward.
Selain itu, Secret Chats bukan bagian dari cloud Telegram dan hanya dapat diakses di perangkat asal. Tidak ada pihak lain yang dapat menguraikannya, termasuk Telegram sendiri.
Enkripsi Telegram didasarkan pada enkripsi AES simetris 256-bit, enkripsi RSA 2048-bit, dan Diffie – Hellman yang mengamankan pertukaran kunci. Karenanya setelah koneksi end-to-end yang aman telah terjalin, Telegram akan menghasilkan gambar yang memvisualisasikan kunci enkripsi untuk obrolan pengguna. Kemudian pengguna dapat membandingkan gambar yang ada pada perangkatnya dengan gambar pada perangkat lawan bicaranya. Jika kedua gambar sama, maka dipastikan bahwa koneksi aman dan tidak akan ada serangan man-in-the-middle.
Semua aplikasi Telegram telah menjadi open source sejak 2013, enkripsi dan API Telegram didokumentasikan sepenuhnya dan telah ditinjau ribuan kali oleh berbagai pakar keamanan.
Siapa pun dapat memeriksa kode open source Telegram dan mengonfirmasi bahwa aplikasi tidak melakukan apa pun di belakang secara diam-diam.**(Feb)