TopCareerID

Ini Sejumlah Dampak Negatif Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi

Ilustrasi tired-wfh-forbes-burnout.

Ilustrasi tired-wfh-forbes-burnout. (dok. Forbes)

Topcareer.id – Forum Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan (Fortadikbud) mencatat beberapa temuan selama satu tahun pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar online akibat pandemi Covid-19. Beberapa temuan itu merupakan dampak PJJ yang merugikan selama satu tahun terakhir pandemi.

Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbud, Hendarman mengatakan, temuan atau dampak dari PJJ tersebut, antara lain adalah banyaknya anak didik yang tidak bisa menyerap mata pelajaran dengan baik.

Dikarenakan belum terbiasa mengikuti pembelajaran daring menggunakan aplikasi Zoom. Merujuk pada hasil diskusi dengan beberapa narasumber, kesuksesan PJJ sangat ditentukan oleh dukungan orang tua terhadap anaknya.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Hanafi, yang merasakan kondisi ini pada jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA. Menurutnya, banyak siswa yang menggunakan waktu belajar untuk bermalas malasan dan enggan mengerjakan tugas dari guru.

“Ini disebabkan lemahnya pengawasan dari orang tua terhadap anaknya yang harus belajar di tengah kedaruratan,” kata dia dalam siaran pers, dikutip Kamis (22/4/2021).

Selain faktor kemalasan, ada masalah teknis lain yang menyebabkan anak kesulitan mengikuti PJJ. Bantuan kuota pulsa yang diberikan Kemendikbud dianggap belum maksimal menutup permasalahan dalam PJJ.

Baca juga: Studi UI: 48,7% Mahasiswa Kedokteran Bersedia Jadi Sukarelawan Covid-19

Sebab, banyak anak didik di daerah terluar dan tertinggal yang tidak punya HP, sinyal untuk mengakses internet juga sulit, kalau pun ada sinyal putus nyambung. “Sehingga dana untuk membeli pulsa cukup besar yang dikeluarkan oleh Kemendikbud menjadi sia-sia,” ujar Hanafi.

Temuan lainnya yaitu hubungan batin antara anak didik dengan guru menjadi dingin karena mereka tidak pernah saling sapa dan bertatap muka selama satu tahun.

Peserta didik baru yang duduk di kelas 1 baik jenjang SD, SMP dan SMA-lah yang paling merasakan. Di mana mereka satu tahun tercatat sebagai siswa, tapi tidak tahu siapa guru dan teman mereka di sekolah yang baru tersebut.

Angka putus sekolah (APS) juga terjadi sebagai dampak pembelajaran jarak PJJ saat pandemi Covid-19. Pernyataan tersebut diungkapkan Pelaksana tugas (Plt.) Direktur SMA, Kemendikbud, Purwadi Sutanto, pada diskusi tersebut.

Menurut Purwadi, salah satu kasus APS terjadi pada siswa SMA di Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada kasus tersebut anak memutuskan menikah dini. “Karena keterbatasan sarana telekomunikasi pendukung PJJ, siswa putus sekolah dan kemudian menikah dini,” kata Purwadi secara virtual.

Ia menyebut, penanganan kasus APS pada anak menjadi tugas bersama. Karena masalah pendidikan, menurutnya, bukan saja tugas pemerintah, melainkan menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat.

“Ini kenapa surat keputusan bersama (SKB) empat menteri tentang pembelajaran di tengah pandemi keluar. Karena kita ingin segera PTM terbatas diterapkan. Sudah banyak anak dan guru mengeluhkan stres karena PJJ,” katanya.

Dari berbagai temuan tersebut, Purwadi menyimpulkan besarnya keinginan dari anak didik, orang tua dan pendidik agar PTM dapat segera dilakukan. Tentunya dengan tetap berpedoman dan menjalankan protokol kesehatan.**(Feb)

Exit mobile version