TopCareerID

800 Ribu Anak Indonesia Terjebak dalam Bentuk Pekerjaan Terburuk

Gambar oleh Ady Arif Fauzan dari Pixabay

Topcareer.id – Indonesia yang dikenal sebagai produsen kakau terbesar ketiga dunia ternyata juga menjadi sektor dengann penyumbang pekerja anak terbesar, utamanya bagi masyarakat pedesaan. Setidaknya ratusan ribu anak Indonesia terjebak menjalani Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak (BPTA).

Di Indonesia, hasil Sakernas 2020 mencatat sekitar 9 dari 100 anak usia 10-17 tahun bekerja, di mana sebagian besar di sektor informal sebesar 88,77% dan 3 dari 4 anak yang bekerja merupakan pekerja yang tidak dibayar/pekerja keluarga.

Lebih rinci, berdasarkan data penilaian pekerja anak di Indonesia dalam sektor pertanian dan rekomendasi untuk Modelez International di tahun yang sama menyebutkan terdapat lebih dari 4 (empat) juta pekerja anak di Indonesia dan 20,7% di antaranya terjebak menjalani BPTA, itu artinya sekitar 800 ribu anak.

Meningkatnya kasus eksploitasi dan kekerasan terhadap anak, termasuk di dalamnya BPTA, menjadi indikasi bahwa sistem perlindungan terhadap anak masih perlu diperkuat agar terjadi perubahan norma sosial yang melindungi, peningkatan partisipasi dan kecakapan hidup anak, serta keterlibatan masyarakat dalam monitoring dan penanganan pekerja anak yang komprehensif.

Baca juga: Pandemi Bikin Banyak Orang Jadi Miskin, Tapi Jumlah Orang Kaya Naik

Pemerintah Indonesia melalui kebijakan Zona Bebas Pekerja Anak telah menggandenng pemerintah daerah, dunia usaha, akademisi, masyarakat dan media untuk mewujudkan Indonesia Bebas Pekerja Anak pada tahun 2022.

Sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak melalui skema Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA) diterapkan sejak tahun 2006, hingga saat ini sudah 435 kabupaten/kota mendeklarasikan diri menuju KLA.

“Penghapusan pekerja anak di Indonesia merupakan salah satu dari lima arahan prioritas Presiden Joko widodo kepada Kemen PPPA. Untuk itu kami menargetkan jumlah pekerja anak usia 10-17 tahun yang bekerja, bisa terus kita turunkan angkanya sampai serendah-rendahnya,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlinudngan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam siaran pers, Rabu (23/6/2021).

Menteri Bintang menjelaskan, sejumlah strategi diterapkan antara lain dengan mengembangkan basis data pekerja anak, memperkuat koordinasi dan kolaborasi antara pemangku kepentingan terkait pekerja anak, dan mainstreaming isu pekerja anak dalam kebijakan dan program perlindungan khusus anak di kabupaten/kota.

Selanjutnya mengembangkan model desa ramah perempuan dan peduli anak sebagai pendekatan untuk pencegahan pekerja anak, mengembangkan pemantauan dan remidiasi pekerja anak, serta mengoordinasikan untuk penanggulangan pekerja anak pada 4 sektor prioritas yakni pertanian, perikanan, jasa, dan pariwisata.

Exit mobile version