TopCareerID

Bukti Vaksinasi akan Jadi Syarat Berkunjung ke AS

Dok/BBC

Topcareer.id – Gedung Putih pada hari Kamis (5/8) mengonfirmasi kemungkinan negara adidaya tersebut mengharuskan pengunjung dari luar negeri harus sudah divaksin.

Ini merupakan bagian dari rencananya untuk nantinya membuka kembali perjalanan internasional.

Namun Gedung Putih mengatakan masih belum memutuskan dan belum akan segera mencabut pembatasan yang kini tengah berlangsung.

Koordinator respons virus corona Gedung Putih Jeff Zients mengonfirmasi bahwa kelompok kerja antar lembaga sedang mengembangkan rencana tersebut.

“Kami akan siap ketika waktu yang tepat untuk mempertimbangkan pembukaan kembali,” kata Zients pada pengarahan COVID-19 di Gedung Putih.

Pada briefing terpisah, juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengakui inkonsistensi dalam pembatasan saat ini.

Rencana tersebut termasuk melarang orang dari beberapa negara bagian dengan tingkat COVID-19 rendah untuk bepergian, namun akan membuka pintu bagi negara lain dengan tingkat COVID-19 tinggi.

Dia mengatakan tidak pasti apakah Amerika Serikat akan mengamanatkan vaksin pada pengunjung dari luar negeri.

Gedung Putih juga menyatakan bahwa pihaknya tidak siap untuk segera mencabut pembatasan karena meningkatnya kasus COVID-19 dan varian Delta.

Pihak Gedung putih juga telah mengadakan diskusi dengan maskapai penerbangan internasional dan lainnya tentang rencana kebijakan tersebut.

Pemerintah juga harus mempertimbangkan bukti vaksinasi dan apakah Amerika Serikat akan menerima vaksin yang digunakan beberapa negara, yang belum disahkan oleh regulator AS.

Baca juga: Presiden AS Tawarkan Uang Tunai Rp 1,4 Juta untuk yang Mau Divaksin

Amerika Serikat saat ini melarang sebagian besar warga negara non-AS yang dalam 14 hari terakhir berada di Inggris, 26 negara Schengen di Eropa tanpa kontrol perbatasan, Irlandia, Cina, India, Afrika Selatan, Iran, dan Brazil.

Masih belum jelas juga rencana yang mengharuskan pengunjung dari Meksiko dan Kanada untuk divaksinasi sebelum melintasi perbatasan darat.

Banyak kritikus mengatakan pembatasan itu tidak lagi masuk akal karena beberapa negara dengan tingkat infeksi COVID-19 yang tinggi tidak termasuk dalam daftar pembatasan.**(Feb)

Exit mobile version