Topcareer.id – Varian Omicron yang menyebar jauh lebih cepat daripada versi virus corona sebelumnya kemungkinan tidak akan membantu negara-negara mencapai apa yang disebut herd immunity atau kekebalan kelompok terhadap COVID-19, kata para ahli penyakit.
Sejak awal pandemi, pejabat kesehatan masyarakat telah menyatakan harapan terkait herd immunity terhadap COVID-19.
Selama persentase populasi yang cukup tinggi divaksinasi atau terinfeksi virus, herd immunity mungkin tercapai.
Namun, harapan itu meredup ketika virus corona bermutasi menjadi varian baru secara berurutan selama setahun terakhir.
Hal ini memungkinkannya menginfeksi kembali orang-orang yang divaksinasi atau sebelumnya telah tertular COVID-19.
Beberapa pejabat kesehatan telah menghidupkan kembali kemungkinan herd immunity sejak Omicron muncul akhir tahun lalu.
Namun, para ahli penyakit mencatat bahwa penularan Omicron dibantu oleh fakta bahwa varian ini bahkan lebih baik daripada pendahulunya.
Sebab Omicron mampu menginfeksi orang yang divaksinasi atau memiliki infeksi sebelumnya.
Itu menambah bukti bahwa virus corona akan terus menemukan cara untuk menembus pertahanan kekebalan kita, kata mereka.
Baca juga: PBB: Capai Herd Immunity Jadi Tantangan Negara Berkembang di Asia
“Mencapai ambang batas teoretis di mana penularan akan berhenti mungkin tidak realistis mengingat pengalaman yang kita miliki dalam pandemi ini,” kata Dr. Olivier le Polain, seorang ahli epidemiologi di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada Reuters.
Itu tidak berarti bahwa kekebalan sebelumnya tidak memberikan manfaat. Alih-alih kekebalan kelompok, banyak ahli yang mengatakan ada semakin banyak bukti bahwa vaksin dan infeksi sebelumnya akan membantu meningkatkan kekebalan populasi terhadap COVID-19, yang membuat penyakit ini tidak terlalu serius bagi mereka yang terinfeksi, atau terinfeksi ulang.
“Selama kekebalan populasi bertahan dengan varian ini dan varian masa depan, kita akan beruntung dan penyakit ini akan dapat dikendalikan,” kata Dr. David Heymann, seorang profesor epidemiologi penyakit menular di London School of Hygiene and Tropical Medicine.**(Feb)