Topcareer.id – Baru-baru ini ramai pembicaraan kasus Skizofrenia di Indonesia. Mungkin orang tidak terlalu peduli dengan hal ini.
Tapi yang membuatnya menjadi tren di Indonesia adalah unggahan twit yang menyebut Indonesia peringkat satu sebagai negara dengan kasus Skizofrenia tertinggi di dunia.
Ketika mencoba untuk cek kebenarannya di situs Google memang benar terlihat Indonesia menempati urutan pertama dengan DALY rate 321.870.
Apa itu skizofrenia? Seperti apa gejalanya dan bagaimana pengobatannya? Berikut ini pejelasan lebih mendalam agar kamu mengenal apa itu skizofrenia.
Mengenal Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan kronis ketika pengidapnya mengalami halusinasi, delusi, kekacauan dalam berpikir, dan perubahan sikap.
Umumnya, pengidap skizofrenia mengalami gejala psikosis, yaitu kesulitan membedakan antara kenyataan dengan pikiran pada diri sendiri.
Orang dengan skizofrenia membutuhkan perawatan seumur hidup. Perawatan dini dapat membantu mengendalikan gejala sebelum komplikasi serius berkembang.
Gejala
Skizofrenia melibatkan berbagai masalah dengan pemikiran (kognisi), perilaku dan emosi. Tanda dan gejala dapat bervariasi.
Tetapi biasanya gejalanya melibatkan delusi, halusinasi atau bicara yang tidak teratur. Gejalanya sebagai berikut:
Delusi
Ini adalah keyakinan palsu yang tidak berdasar pada kenyataan. Misalnya, kamu berpikir sedang disakiti atau dilecehkan.
Kamu merasa memiliki kemampuan atau ketenaran yang luar biasa atau berpikir orang lain jatuh cinta dengan kamu.
Delusi terjadi pada kebanyakan orang Indonesia dengan skizofrenia.
Halusinasi
Ini biasanya melibatkan melihat atau mendengar hal-hal yang tidak ada.
Namun, orang dengan skizofrenia memiliki dampak penuh dari pengalaman normal sehingga merasa halusinasi tersebut adalah nyata.
Halusinasi dapat terjadi di salah satu indera, tetapi mendengar suara adalah halusinasi yang paling umum.
Pemikiran yang tidak teratur
Pemikiran yang tidak terorganisir disimpulkan dari ucapan yang tidak terorganisir.
Komunikasi yang efektif dapat terganggu, jawaban dari orang dengan skizofrenia seringkali tidak berhubungan atau enggak nyambung.
Perilaku motorik yang abnormal
Ini mungkin terlihat dalam beberapa cara, dari melakukan kekonyolan seperti anak kecil hingga agitasi yang tidak terduga.
Perilaku tidak terfokus pada tujuan, sehingga sulit untuk melakukan banyak hal.
Perilaku dapat mencakup penolakan terhadap instruksi, postur yang tidak pantas atau aneh, kurangnya respons, atau gerakan yang tidak berguna dan berlebihan.
Gejala negatif
Ini mengacu pada berkurangnya atau kurangnya kemampuan untuk berfungsi secara normal.
Contohnya, orang tersebut mungkin mengabaikan kebersihan pribadi atau tampak kurang memiliki emosi atau perasaan.
Misalnya, tidak melakukan kontak mata, tidak mengubah ekspresi wajah, atau berbicara dengan nada monoton.
Orang dengan skizofrenia mungkin kehilangan minat dalam kegiatan sehari-hari, menarik diri secara sosial atau tidak bisa mengalami kesenangan.
Gejala dapat bervariasi dalam jenis dan tingkat keparahan dari waktu ke waktu, dan beberapa gejala mungkin tidak bisa hilang.
Pada pria, gejala skizofrenia biasanya dimulai pada awal hingga pertengahan 20-an.
Sementara itu pada wanita, gejala biasanya dimulai pada akhir usia 20-an.
Sangat jarang anak-anak didiagnosis dengan skizofrenia dan jarang terjadi pada mereka yang berusia lebih dari 45 tahun.
Baca juga: Rangking Negara dengan IQ Tertinggi di Dunia, Indonesia Peringkat Berapa?
Gejala pada remaja
Gejala skizofrenia pada remaja mirip dengan gejala pada orang dewasa, tetapi kondisinya mungkin lebih sulit dikenali.
Ini mungkin sebagian karena beberapa gejala awal skizofrenia pada remaja umum terjadi pada perkembangan tipikal selama masa remaja, seperti:
- Penarikan dari teman dan keluarga
- Penurunan kinerja di sekolah
- Susah tidur
- Iritabilitas atau suasana hati yang tertekan
- Kurang motivasi
Selain itu, penggunaan zat rekreasional seperti mariyuana, metamfetamin, atau LSD, terkadang dapat menyebabkan tanda dan gejala yang serupa.
Daripada gejala skizofrenia pada orang dewasa, remaja lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami delusi. Remaja juga lebih cenderung mengalami halusinasi visual.**(Feb)