TopCareerID

Kartu Prakerja, Akselerator Inklusi Keuangan Indonesia

Kartu Pra Kerja. (dok. Harian Rakyat Online)

Topcareer.id – Selain menjadi program semi bansos untuk membantu masyarakat yang terdampak penghidupannya akibat pandemi, Program Kartu Prakerja jadi ”game changer” dalam mengakselerasi inklusi keuangan Indonesia.
 
Program Kartu Prakerja menjadi bukti atas konsep (proof of concept) atas berbagai literatur soal pentingnya layanan keuangan formal bagi masyarakat kelompok ekonomi terbawah atau sering disebut ”inklusi keuangan.” Termasuk keunggulan teknologi finansial (tekfin) daripada bank dalam menurunkan biaya, meningkatkan kecepatan, jangkauan, dan transparansi.
 
Pernyataan itu disampaikan Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari menjelang gelaran Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2022 yang dihelat Bank Indonesia dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,  11-15 Juli 2022 di Nusa Dua, Bali.
 
FEKDI 2022 merupakan event kali kedua yang digelar BI dan Kemenko Perekonomian bersama kementerian/lembaga, asosiasi dan pelaku industri, sebagai salah satu langkah konkret dalam mendorong integrasi ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang inklusif dan efisien, baik di pusat maupun di daerah.

Baca juga: KSP: Pelaksanaan Kartu Prakerja sudah Sesuai Aturan

Denni memaparkan, Program Kartu Prakerja adalah program ”beasiswa” pelatihan bagi semua angkatan kerja Indonesia—penganggur ataupun bukan—untuk tujuan skilling, reskilling, dan upskilling.

Program yang digagas Presiden Joko Widodo pada Februari 2019 ini dimulai pada 11 April 2020 atau tepat satu hari pasca-pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Saat itu mobilitas dan tatap muka dibatasi. Sistem daring menjadi solusi, bahkan berkah bagi Indonesia yang merupakan negara besar dan kepulauan.
 
Hingga saat ini jumlah penerima Program Kartu Prakerja mencapai 13 juta orang, tersebar di 514 kabupaten/kota se-Indonesia. Sebut saja dari ujung ke ujung: Kabupaten Merauke 16.867 orang, Kota Sabang 1.562 orang, Kabupaten Kepulauan Talaud 2.869 orang, dan Kabupaten Rote Ndao 7.733 orang.
 
“Laki-laki dan perempuan hampir seimbang; inklusif, seperti visi Agenda Pembangunan Berkelanjutan, yakni leaving no one behind,” tegasnya.

Baca juga: Kartu Prakerja Gelombang 35 Sudah Dibuka, Begini cara Supaya Lolos!
 

Untuk membantu masyarakat yang terdampak penghidupannya akibat pandemi, Program Kartu Prakerja berubah jadi semi-bantuan sosial (bansos).

Alasannya, program mestinya menyesuaikan konteks sosialnya; karena tak semua orang di lapisan ekonomi 40 persen terbawah terdata dan menjadi penerima program bansos.

Oleh karena itu, menurut Denni, mereka perlu ditolong, tanpa menghilangkan aspek pelatihan yang menjadi inti Program Kartu Prakerja.
 
“Karena bersifat semi bansos, maka Jumlah insentif pascapenyelesaian pelatihan pun diperbesar. Nilainya Rp 600.000 per bulan selama empat bulan. Jumlah yang lumayan untuk meringankan kebutuhan sehari-hari, mulai dari makan, listrik, air, pulsa, transportasi, mencicil utang, hingga modal berjualan,” Deputi Ekonomi Kepala Staf Kepresidenan 2015-2020 ini menguraikan.
 
Agar bantuan pemerintah merata dan tidak tumpang tindih, selama pandemi Program Kartu Prakerja tidak boleh disalurkan kepada penerima bansos, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM).

Baca juga: Jokowi Yakin Platform Digital Jadi Kunci Keberhasilan Kartu Prakerja
 
Hal yang menarik, studi Presisi dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)-Bank Dunia menunjukkan, 41-44 persen penerima Kartu Prakerja berada di kelompok 40 persen terbawah.
 
“Mereka diduga bagian dari exclusion error atau kelompok yang semestinya mendapat bansos, tetapi belum mendapatkan. Program Kartu Prakerja jadi sekoci penyelamat sekaligus penguat bagi mereka,” kata doktor ekonomi lulusan University of Colorado at Boulder, Amerika Serikat, itu.
 
Mekanisme pendaftaran 24/7 melalui situs www.prakerja.go.id yang menerima pendaftaran setiap saat, memudahkan masyarakat yang membutuhkan mengakses bantuan. Mereka yang pasif menunggu bantuan -apa pun status ekonomi dan demografinya- tak akan dapat bantuan.
 
Melayani orang-orang di piramida terbawah ini, apalagi lokasinya di kabupaten terpencil, bagi bank dan tekfin secara hitung-hitungan ekonomi tidak menguntungkan. Selain transaksinya kecil, literasi mereka juga terbatas. Tidak semua mempunyai kartu identitas seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Ekosistem di sekeliling mereka pun masih serba tunai, yang menuntut penyedia jasa menyediakan kantor cabang, Anjungan Tunai Mandiri (ATM), agen, atau outlet merchants.
 
Oleh karena itu, orang-orang di kelompok ekonomi terbawah ini banyak yang tak tersentuh layanan keuangan formal. Mereka pun menabung, meminjam, dan membayar pada saluran-saluran keuangan tradisional atau informal yang kerap kali mahal atau berisiko. Begitu ada musibah, mereka mudah terlilit utang atau mengobral aset. Ketahanan ekonomi keluarga mereka pun jadi rentan.
 
Program Kartu Prakerja menjadi ‘game changer’ dalam upaya mengakselerasi inklusi keuangan Indonesia, karena semua penerima Kartu Prakerja wajib memiliki rekening bank atau dompet elektronik yang ter-KYC (teridentifikasi sesuai KTP) untuk bisa mendapatkan insentif.
 
Ada dua bank dan empat penyedia e-money, BUMN atau swasta, yang bisa dipilih peserta sebagai rekening penampung insentif. Yang penting, identitas pemilik rekening sudah terverifikasi dengan Dukcapil dan harus sama persis dengan identitas peserta yang didaftarkan di Program Kartu Prakerja agar tak salah sasaran.
 
Dalam studinya baru-baru ini,   TNP2K dan Bank Dunia menyatakan, Kartu Prakerja adalah program penyaluran bantuan sosial Government to Person (G2P) pertama di Indonesia yang menggunakan mekanisme pembayaran dengan menawarkan beberapa opsi pemyaluran.

Model ini ditandai dengan adanya pilihan rekening dan penyedia jasa, pemberian informasi yang transparan, dan pemanfaatan infrastruktur verifikasi identitas, serta pembayaran yang sudah ada.
 
Model G2P semacam ini oleh TNP2K-Bank Dunia disebut model generasi ketiga atau G2P 3.0. Ini adalah model paling maju saat ini. Generasi pertama atau G2P 1.0 adalah model penyaluran bantuan secara tunai. Generasi kedua atau G2P 2.0 sudah menggunakan penyaluran secara digital, tetapi tak ada pilihan bagi pengguna.
 
“Lebih menarik lagi, meski inklusi keuangan sudah digencarkan sejak 2016 di Indonesia, survei Manajemen Pelaksana yang diikuti 11 juta penerima Kartu Prakerja menunjukkan 28 persen penerima baru pertama kali membuka rekening bank atau dompet elektronik,” jelasnya.
 
Lebih jauh, studi TNP2K-Bank Dunia mengungkap 49,8 persen penerima Kartu Prakerja 2020 baru pertama kali membuka rekening dompet elektronik dan 9.7 persen baru pertama kali membuka rekening bank.
 
Meski banyak pengguna baru, 96,4 persen penerima puas dengan metode nontunai di Program Kartu Prakerja karena banyak pilihan, praktis, transparan, dan tidak ada potongan.
 
Banyaknya pemilik rekening baru ini tidak otomatis membuat target inklusi keuangan mudah dicapai. Pemanfaatan lebih lanjut dari rekening baru harus diupayakan. Bank Dunia dalam laporan Global Findex 2021 yang dirilis kemarin (29/6) mengumumkan persentase orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening cuma naik tipis dari 48,86 persen di 2017 ke 51,76 persen di 2021; sementara rata-rata negara berkembang 71 persen di 2021.
 
Masih soal utilisasi rekening ini, studi TNP2K-Bank Dunia menunjukkan bahwa pemegang akun dompet elektronik lebih banyak yang tidak menghabiskan uang di rekeningnya daripada pemegang akun bank. Agar lebih banyak lagi pengguna dompet elektronik yang tidak menarik tunai semua uangnya, ekosistem digital harus diperbanyak agar masyarakat tidak perlu tarik tunai untuk melakukan berbagai pembayaran.
 
Terkait ini, kehadiran QRIS yang diinisiasi Bank Indonesia di banyak outlet, ataupun e-commerce dan platform digital yang terintegrasi dengan bank dan tekfin menjadi katalisator layanan keuangan digital yang lebih luas. Orang jadi bisa membayar barang dan jasa, seperti makanan, listrik, PDAM, pulsa, transportasi, dan transfer secara digital.
 
Dengan sudah terverifikasinya identitas penerima Kartu Prakerja, bank atau tekfin dapat menyediakan layanan keuangan lain, seperti produk tabungan, asuransi, dan pinjaman yang disesuaikan dengan kebutuhan penerima—termasuk bagi mereka yang ada di lapis ekonomi bawah.
 
“Jika ini terjadi, dampak positif inklusi keuangan pada pertumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan bukan lagi angan-angan,” kata dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada itu.

Exit mobile version