Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Friday, April 19, 2024
redaksi@topcareer.id
Tren

Menteri Senegal: Krisis Pangan Bisa Lebih Membunuh daripada Covid

Ilustrasi kelaparan. (United Way Worldwide)

Topcareer.id – Dalam acara G-20 di Bali, Menteri Ekonomi Senegal, Amadou Hott mengatakan bahwa tanpa resolusi yang segera, krisis yang melibatkan kekurangan pangan dan harga yang melambung, akan membunuh lebih banyak orang daripada selama masa Covid-19.

Amadou Hott telah mendesak industri pangan global untuk tidak memboikot perdagangan produk makanan Rusia dan Ukraina karena krisis pangan berkecamuk di negara-negara rentan.

Ia menyampaikan, perang telah membuat banyak negara seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Uni Eropa memberikan sanksi atas penggunaan atau perdagangan barang-barang Rusia.

Tetapi sementara bahan pokok seperti makanan dan pupuk dibebaskan dari sanksi ini, mereka yang berada di sektor makanan secara preemptif menghindari transaksi ini untuk melindungi diri mereka sendiri.

“Kami memahami bahwa makanan dan pupuk dibebaskan dari sanksi. Namun, pelaku pasar, baik pedagang, bank, atau asuransi, enggan ikut serta jika produknya berasal dari lokasi tertentu karena takut terkena sanksi di kemudian hari,” ujarnya, dikutip dari laman CNBC Make It.

“Apakah mungkin untuk mengatakan, setiap kali kamu membeli pupuk, makanan dari Rusia atau dari Ukraina atau dari mana pun di seluruh dunia, tidak akan ada sanksi hari ini, tidak ada sanksi besok … sehingga kami dapat menstabilkan pasar?”

Baca juga: Bill Gates Ingin Keluar Dari Daftar Orang Terkaya Di Dunia

“Kami tidak bertanggung jawab atas krisis ini tetapi kami (Afrika) menderita.”

Ketahanan pangan dan kenaikan harga pangan mendominasi diskusi pada pertemuan G-20 pekan lalu karena gangguan yang disebabkan oleh pandemi dan perang di Ukraina menjungkirbalikkan rantai pasokan pangan di seluruh dunia.

Inflasi dan kelangkaan pangan sudah meningkat sebelum perang. Tetapi karena Rusia dan Ukraina adalah dua pengekspor bahan makanan pokok terbesar seperti gandum, perang memperburuk masalah tersebut di tempat-tempat seperti Afrika dan Timur Tengah.

Hott menambahkan, masalahnya semakin akut untuk negara-negara di Afrika, yang merupakan sepertiga dari mereka yang menderita kekurangan gizi secara global.

“Afrika memiliki, misalnya, kekurangan sekitar 2 juta ton pupuk tahun ini, yang berarti kerugian USD11 miliar dalam produksi pangan tahun ini,” katanya.

Jika Afrika dan tempat-tempat lain tidak bisa lagi mengandalkan impor pangan, diperlukan investasi untuk mempercepat produksi pangan lokal.

“Seperti selama masa Covid, dunia bersatu dan membuat keputusan luar biasa dalam waktu sesingkat-singkatnya,” katanya.

“Semua mitra mengubah prosedur dan kebijakan untuk benar-benar memenuhi tantangan. Seperti IMF, Bank Dunia, ADB, semua orang mengubah kebijakan mereka untuk membantu negara-negara.”

“Kali ini sama saja. Jika kita tidak cepat, kita akan memiliki lebih banyak korban daripada selama masa Covid,” tambahnya.

Leave a Reply