Topcareer.id – Pengabdi Setan 2: Communion (Joko Anwar, 2022), sekuel dari Pengabdi Setan (Joko Anwar, 2017) bercerita tentang Rini (Tara Basro) dan adiknya, Toni (Endy Arfian) & Bondi (Nasar Anuz) yang pindah ke unit rumah susun milik ayahnya (Bront Palarae), setelah mengalami kejadian mengerikan di rumah mereka, yang tersaji di film pertama.
Keputusannya pindah ke Rusun, adalah agar bisa meminta pertolongan dari orang lain (penghuni rusun) jika horor itu terjadi lagi.
Pengabdi Setan 2: Communion diklaim oleh Joko Anwar dalam interviewnya bersama Ernest Prakasa di kanal YouTube HAHAHA TV, mampu memberikan pengalaman horor yang lebih mengerikan sekaligus fun.
Dari segi estetika, Joko Anwar juga mengeksplorasi gaya sinematografi yang lain dari biasanya. Joko yang biasanya menggunakan gedung luas dan rumah, kini menggunakan rusun kosong yang memiliki banyak lorong dan sudut-sudut sempit.
Hal itu mengingatkan kita kepada karya sutradara legendaris asal Hong Kong, Wong Kar Wai yang terkenal akan sinematografinya yang khas, dengan pencahayaan yang soft, pemanfaatan ruang sempit, dan minim penggunaan cahaya tambahan seperti softbox dan lampu LED.
Bisa dibayangkan jika Wong Kar Wai membuat film horor Indonesia, kurang lebih akan seperti Pengabdi Setan 2 gaya pencahayaannya.
Di luar itu, tata rias, tata ruang, kostum, dan semua elemen yang nampak pada layar sangat apik. Kesan gore juga lebih terasa pada Pengabdi Setan 2: Communion ketimbang film pertamanya. Joko mampu membuat film ini terlihat seperti Jakarta & Bandung di era orde baru.
Pocong yang menjadi salah satu elemen horor pun tampil semakin seram dengan riasan legam dan efek visual berdarah-darah yang baik.
Tampil sebagai media ekspresi sutradara
Film ini menjadi media berekspresi Joko Anwar dalam memberikan perspektif politiknya, dan memberi kritik terhadap pemerintah secara tersirat.
Contohnya sewaktu Toni mengeluhkan rusun tempat mereka tinggal, Rini menjawab jika sesuatu yang dibangun oleh pemerintah selalu dibuat asal-asalan dan apa adanya. Dan ternyata lokasi syuting Pengabdi Setan 2 berlokasi di proyek mangkrak presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 1000 Tower di tahun 2007 di daerah Bekasi Barat.
Kemudian ada adegan teman-teman Wina yang mati tertiban lift saat mengambil koin receh, ini menyimbolkan kerakusan dan korup karena mengambil uang yang bukan miliknya. “Jika seseorang mengambil uang yang bukan miliknya akan berujung pada kena’asan.” Mungkin ini pesan tersirat Joko Anwar kepada para koruptor di Indonesia.
Joko Anwar juga menggambarkan stereotip dan pola asuh orang tua kelas menengah kebawah pada masa orde baru. Tari (Ratu Felisha), yang bekerja sebagai hostes biliar dan sering pulang malam, dicap sebagai perempuan nakal, murahan, dan suka berpakaian kurang senonoh. Padahal, bentuk tubuhnya yang seperti gitar spanyol dan dadanya yang montok lah yang membuat ia terlihat seperti itu.
Selain pekerjaan dan bentuk tubuhnya, ia juga langsung dikira sebagai pribadi yang jarang sholat oleh ustadz Mahmud saat sang ustadz menghampiri unitnya. Pekerjaan Tari juga jadi bahasan Bondi dan kakaknya.
Saat Bondi bercanda jika kelak ia akan menjadi gigolo, Rini membalas dengan geram. Namun Bondi menjawab “Memang ada pekerjaan yang enak?”
Stereotip dan perlakuan penduduk rusun terhadap Tari menggambarkan sulitnya hidup masyarakat menengah kebawah. Perempuan dengan tubuh semok selalu dicap salah dalam bekerja dalam bidang dan profesi apapun. Stereotip ini terjadi karena wanita dikonstruksi, ditata dan diatur agar memenuhi nilai dan norma sebagai perempuan “baik-baik.”
Pola asuh orang tua pada masa itu juga tergambar dengan jelas. Rata-rata memang orang tua (khususnya negara Asia) menyelesaikan perdebatan dan permasalahan dengan anaknya melalui jalur kekerasan baik secara fisik dan verbal.
Kekerasan fisik dan verbal dialami oleh Dino dan Iqbal. Selain kekerasan fisik dan verbal, ada orang tua yang acuh dan diam saat mengasuh anak. Ini tergambar dalam tokoh ayah Rini. Ayah Rini tak banyak berbicara dengan anak-anaknya. Sepanjang film karakter ayah lebih banyak berbaring di tempat tidurnya ketimbang ngobrol dengan anak-anaknya.
Sifat kaku dari ayah ini merepresentasikan orang tua yang kaku terhadap anaknya dan tak ingin anaknya ikut campur dalam pekerjaannya.
Dalam interviewnya dengan Vincent dan Desta di kanal YouTube ‘VINDES,’ Joko Anwar mengklaim bahwa ia bukan berasal dari keluarga makmur di lingkungan yang sehat. Justru ia bertumbuh di kawasan yang keras, rawan kriminal, dan tidak begitu suka dengan keluarganya. Musik dari Elvis Costello dan film adalah sahabat masa remajanya.
Joko Anwar juga terlihat ingin melengkapi apa yang tidak ada di Pengabdi Setan pertamanya. Pengabdi Setan versi Sisworo Gautama Putra memiliki latar belakang cerita dan pesan religi Islam yang kuat. Karakter ahli agama (ustadz) berperan penting di Pengabdi Setan versi Sisworo Gautama Putra. Sedangkan pada Pengabdi Setan versi Joko Anwar yang pertama, sosok ini tidak begitu menonjol.
Di sekuelnya, kekurangan itu lantas dibayar oleh Joko Anwar. Keputusan penting, pemandu, dan penyelamat ada pada sosok ustadz.
Ustadz Mahmud menjadi juru kunci dalam Pengabdi Setan 2: Communion. Ia selalu bersabda untuk percaya kepada Allah karena jika orang-orang takut kepada-Nya maka setan takkan berani menampakkan diri kepada penghuni rusun. Berbeda dengan film pertama yang hanya terpaku pada kepercayaan 40 hari setelah kematian, arwah mayat masih menduduki tempat tinggalnya dan adegan tahlilan di skenario awal film.
Orang tua yang kasar dan kaku, serta lingkungan menengah kebawah yang rawan dalam film, seakan mencerminkan perasaan serta kehidupan masa kecil dan remaja Joko Anwar yang tumbuh di era orde baru.
Joko Anwar tetap mempertahankan Pengabdi Setan dengan ciri khasnya ketimbang mengadopsi latar belakang cerita dan keluarga dari Pengabdi Setan versi Sisworo Gautama Putra.
Namun, dengan adanya karakter ustadz Mahmud yang menonjol, Pengabdi Setan 2: Communion pun kini terkesan menjadi sedikit bergeser menjadi film horor dengan nilai-nilai Islami.
Karakter ustadz Mahmud yang menonjol dapat terjadi karena beberapa faktor. Yang pertama adalah permintaan pasar. Mengingat Indonesia adalah negara dengan penganut Islam terbesar di dunia (237,53 juta jiwa) dengan tingkat religius yang tinggi (80 – 99%), membuat film bertema religi dan memiliki unsur nilai-nilai Islami memiliki pangsa pasar yang sangat besar.
Jika ditayangkan di festival film mancanegara berskala internasional dan layar bioskop mancanegara, Pengabdi Setan 2: Communion akan memiliki nilai keunikannya sendiri dalam memberikan pengalaman horor-religi yang tak hanya bermodal jumpscare murahan, yang sudah banyak diproduksi dan tayang di berbagai platform streaming dan layar lebar.
Kemungkinan yang kedua adalah Joko Anwar dan Gope T. Samtani, selaku produser eksekutif, menginginkan elemen yang ada di Pengabdi Setan versi Sisworo Gautama Putra dimasukkan dalam Pengabdi Setan 2: Communion.
Pengabdi Setan versi Sisworo Gautama Putra adalah versi pertama Pengabdi Setan yang memiliki ciri khas tersendiri dari Sisworo Gautama Putra, yang memelopori memasukan elemen Islami ke dalam sebuah film horor. Ini lantas menciptakan tren film horor di tahun 1980an.
Film horor yang diproduksi oleh Sisworo Gautama Putra pada masa itu memang penuh dengan unsur gore dan mitos Islam-Jawa serta karakter ustadz seperti yang ada di film Sundel Bolong (Sisworo Gautama Putra, 1981) dan Malam Satu Suro (Sisworo Gautama Putra, 1988) yang membuat kedua film itu menjadi ikon film horor Indonesia tahun 1980 an.
Walau Pengabdi Setan versi Joko Anwar dan Pengabdi Setan versi Sisworo Gautama Putra memiliki perbedaan yang kontras dalam latar belakang ekonomi karakter utama dan konflik, Joko Anwar dapat menjaga kualitas dan mempertahankan ciri khasnya tanpa menghilangkan unsur dan ciri khas pendahulunya.
Joko Anwar juga tetap bisa mempertahankan benang merah, dan dapat mengeksekusi sebuah sekuel dengan baik, dengan membuat cerita yang fun sesuai porsi dan zamannya, sembari memanfaatkan topik agama dan politik yang selalu dibahas, serta isu feminisme yang sedang ramai dibincangkan di media sosial.