Topcareer.id – Dari sekian banyak usaha agrobisnis di Indonesia, salah satu yang bisa menjadi pilihan yakni budidaya jamur tiram.
Jika dilihat lebih mendalam, pasar dari jamur tiram ini cukup menjanjikan dan tinggi permintaan, sebab bisa diolah menjadi masakan sebagai lauk makanan utama maupun kudapan, bahkan secara lebih kreatif lagi bisa untuk membuat es jamur yang menyegarkan.
Ditemui Topcareer.id pada hari Kamis (11/8) di daerah Jambu Luwuk, Ciawi, Bogor, owner PT Halwafarm Sinergi Indonesia atau yang lebih dikenal sebagai Jamur Halwa, Helmi Nurjamil (33) membagikan pengalamannya dalam menghadapi tantangan selama menjalani usaha budidaya jamur.
“Tantangan dalam budidaya jamur tiram yang pertama masalah bibit, ini sangat krusial, banyak pengusaha jamur gulung tikar karena bibit terkontaminasi. Masalah kedua yaitu target panen. Banyak pengusaha menggebu-gebu di awal, tetapi ketika target panen tidak tercapai ini bisa menjadi masalah.” Kata Helmi di Halwafarm.
Helmi menyebut umur jamur tiram hanya bertahan dua hari, ketika dalam waktu 2 hari tidak bisa menjual, maka akan merugi.
Menghadapi tantangan ini, Helmi di Halwafarm menerapkan konsep integrasi, supaya ketika ada masalah seperti ini bisa diantisipasi.
Helmi membagikan triknya yakni dengan mengeringkan jamurnya kemudian dijadikan tepung, ketika sudah jadi tepung usia jamur tiram bisa sampai dua tahun.
“Masa iya dalam jangka waktu sampai dua tahun kita enggak bisa jual produk itu.” Ujar Helmi.
Masalah lain yang harus dihadapi pegusaha jamur tiram adalah kelembaban dan suhu, dan saat cuaca panas jamur harus sering disiram.
“Masalah yang lebih krusial lagi jika kita hanya budidaya kemudian kita tidak tahu pasarnya dan tidak tahu target panennya, banyak pengusaha gulung tikar akibat hal ini.” Jelas Helmi.
Kembangkan bisnis dengan mengolah limbah jamur
Menjalani usaha budidaya jamur, Helmi juga sudah memikirkan analisa mengenai dampak lingkungannya.
Jamur tiram dibudidayakan menggunakan baglog, yang mana ketika jamur sudah tidak bisa dipanen, maka baglog akan menjadi limbah.
Alih-alih membiarkan baglog menjadi limbah, Helmi mencari banyak informasi dan ilmu baru hingga ia menemukan cara mengolah limbah baglog.
Ia memanfaatkan limbah baglog sebagai media untuk budidaya cacing tanah.
Kenapa memilih usaha cacing tanah sementara limbah backlog bisa dijadikan sebagai briket kayu atau pupuk organik?
“Menurut saya pupuk yang dihasilkan dari backlog atau pupuk yang dihasilkan dari cacing khasiatnya jauh berbeda. Dan lagi jika kita budidayakan dengan cacing tanah, kita bisa mendapat dua keuntungan yaitu panen cacingnya dan panen pupuknya.” Terang Helmi pada Topcareer.id.
Baca juga: Helmi Nurjamil, Lepas ASN Demi Jamur Milenial Beromzet Rp 1 Miliar
Ada tiga jenis cacing komersial di Halwafarm yaitu Lumbricus Lubellus atau lebih dikenal sebagai cacing tanah merah, ukurannya kecil-kecil tapi memiliki khasiat sangat baik untuk bidang farmasi.
Yang kedua jenis Tiger, hampir mirip Lumbricus namun untuk jenis Tiger ada belang kuning, kedua jenis ini sering dibuat untuk bahan baku farmasi, karena janis ini memiliki enzim tertentu yang bisa menurunkan panas, bahkan menyembuhkan thypus.
Kemudian yang ketiga jenisnya ANC, mereka dikenal sebagai the composter, karena cacing jenis ini membantu mengolah limbah sampah organik menjadi pupuk, baik itu pupuk padat maupun pupuk cair.
Menurut Helmi, yang ia lakukan ini bisa menjadi salah satu solusi permasalahan sampah, sebab 60% sampah dihasilkan dari limbah organik baik itu rumah tangga maupun industri.
Untuk cacing, marketnya bisa sebagai umpan pancing, untuk pakan ikan dan unggas seperti ayam dan burung.
“Cacing juga bisa dikeringkan menjadi tepung dan bisa dijadikan bahan baku kosmetik atau farmasi, jadi tidak perlu khawatir dengan pasar, jika pasar tidak ada, kita bisa membuatnya.” Tutur Helmi.**(Feb)