Topcareer.id – Tak bisa dipungkiri lagi, peran perempuan dalam keluarga punya nilai yang penting. Beberapa di antaranya merangkap peran, bukan hanya sebagai ibu rumah tangga, tapi juga menyokong perekonomian keluarga hingga aktif mengadvokasi kepentingan-kepentingan masyakarat.
Pekerja Migran Indonesia (PMI) perempuan, meski punya banyak peran, sayangnya masih sering dianggap remeh. Apalagi, PMI yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga.
Wahyu Nara, PMI yang kini aktif bekerja di Hong Kong, berbagi cerita kepada Topcareer.id soal perannya sebagai ibu pekerja di luar negeri, aktif di organisasi, dan tetap memantau perkembangan dua anaknya.
Ketika bertutur soal alasannya harus kerja di luar negeri, lagi-lagi yang keluar adalah terkait perekonomian, yang kemudian menjadi faktor utama keputusan itu diambil. Meski ia mengakui bahwa keputusan bekerja di luar negeri bukanlah perkara ringan, tapi itu jadi “jalan keluar” untuk ia dan keluarganya.
“Faktor lainnya ya karena mencari pekerjaan di Indonesia sendiri sangat sulit, ya. Apalagi dengan hanya bermodal ijazah saya, ijazah SMA. Kalaupun bekerja mungkin sebagai pramuniaga, yang itu upahnya hanya cukup atau bahkan kurang untuk kehidupan sehari-hari,” kata Wahyu yang sudah kerja di luar negeri selama 12 tahun.
Menurutnya, saat itu syarat menjadi tenaga kerja Indonesia lebih ringan daripada harus memenuhi syarat sebagai pramuniaga yang bermodal “good looking.”
Wahyu menyebutkan syarat menjadi PMI kala itu, cukup dengan ijazah, KTP, Kartu Keluarga (KK), surat izin dari keluarga, dan dipastikan memiliki kondisi kesehatan yang bagus.
Ia bertutur, berat rasanya meninggalkan keluarga, apalagi dengan dua orang anak perempuan yang saat itu masih kecil.
Baca juga: Sri Warso Wahono, Pelukis Modern Indonesia, Karyanya Sudah Keliling Dunia
“Ya, betul saya meniggalkan keluarga, saya ada dua orang anak perempuan, dan kedua orangtua saya. Berat nggak berat terpaksa saya lakukan karena faktor keadaan,” ucap Wahyu kepada Topcareer.id, beberapa waktu lalu.
“Penginnnya sih sebagai seorang ibu tuh menunggui mereka, memperhatikan tumbuh kembang mereka, membersamai mereka, dari mereka kecil sampai mereka sekolah sampai sekarang. Cuma kan tidak semua di dunia ini itu dinilai dengan uang, tapi semua yang dilakukan di dunia ini butuh uang,” ucap Wahyu.
Meski jauh, ia mengaku komunikasi yang berjalan selama 12 tahun cukup intens dengan kedua anaknya. Apalagi di era digital yang memungkinkan berkomunikasi pada banyak saluran.
Bukan hanya komunikasi yang intens, Wahyu mendidik anak-anaknya juga dengan memberikan contoh terbaik yang bisa ia lakukan, walalupun berada di luar negeri.
Wahyu banyak melalukan kegiatan kerorganisasian di luar negeri. Ia aktif dalam kepengurusan Indonesia Migrant Workers Union di Hong Kong. Begitu pula dalam keorganisasian di kampusnya. Dia masuk ke pengurusan Persatuan Mahasiswa Universitas Terbuka Hong Kong.
“Di luar negeri saya juga meningkatkan aktualisasi diri. Pepatah bilang sebaik-baiknya nasihat adalah tindakan nyata. Nah, saya mencotohkan saat saya di luara negeri, saya aktif berorganisasi, saya melanjutkan sekolah kembali, kuliah, saya mencari prestasi di sana dengan mengikuti beberapa lomba,” tutur Wahyu.
“Ternyata apa yang saya lakukan di sana memantik atau menginspirasi anak-anak saya di Indonesia untuk melakukan hal serupa.”
“Jauh, bukan berarti tak bisa menginsirasi.” Itu mungkin kalimat yang tepat untuk peran ibu Wahyu Nara dalam keluarganya. Bahkan, sosok Wahyu yang aktif dalam berbagai keroganisasian ini, membuat peran “Kartini” Wahyu tak hanya menginsipirasi keluarga, tapi juga pekerja perempuan lainnya.