TopCareerID

5 Penyakit yang Menghantui Jika Sering Mager, Menurut Dosen UM Surabaya

Sumber foto: freepik.com

Sumber foto: freepik.com

Topcareer.id – Pesatnya kemajuan teknologi ternyata punya dampak negatif bagi kesehatan. Kebiasaan mager atau malas gerak hingga rebahan bikin tubuh kita minim aktivitas fisik. Hal ini ya karena sebagain besar masyarakat ketergantungan pada alat teknologi untuk membantu hampir seluruh aktivitas.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyebut bahwa empat dari tiap lima remaja di dunia kurang melakukan aktivitas fisik, atau sekitar 81% remaja dan 27,5% orang dewasa. Apalagi, sebagian besar remaja menghabiskan waktu bermain gadget yang bisa memperparah angka itu.

Firman Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya menjelaskan, berdasarkan data Nasional Sport Development Index (SDI) tahun 2021, dari total populasi masyarakat Indonesia yang masuk kategori tidak bugar mencapai 76%, dan masyarakat yang dikategorikan memiliki kondisi sangat bugar atau prima hanya 5,86%.

Menurutnya, dari data tersebut menunjukkan adanya keterkaitan bahwa jika aktivitas fisik yang dilakukan oleh masyarakat itu rendah, maka tingkat kebugaran fisik juga akan rendah. Selain itu karena kebugaran fisik yang rendah juga bisa membuat tubuh menjadi lebih gampang mengalami kecemasan, stress hingga depresi.

Firman juga mengatakan, banyak penelitian menjelaskan bahwa ketika tubuh kurang gerak atau kurang melakukan aktivitas fisik, maka bisa mengalami risiko penyakit tidak menular lebih tinggi ketimbang mereka yang sering melakukan aktivitas fisik. Berikut beberapa penyakit jika sering mager:

1. Obesitas

“Beberapa penyakit yang paling sering terjadi akibat kurang melakukan aktivitas fisik, diantaranya yang pertama obesitas, sebab ketika tubuh kurang gerak maka sirkulasi darah dalam tubuh menjadi tidak lancar, kemudian metabolisme dalam tubuh menjadi lambat, akhirnya energi yang dihasilkan oleh tubuh juga rendah,” kata Firman dalam rilis berita di laman resmi UM Surabaya, Senin (22/5/2023).

Ia menyebut, akibatnya mekanisme dalam tubuh memberikan stimulus melalui hipotalamus untuk mengkonsumsi makanan lebih banyak dari biasanya, pada saat yang sama hormon leptin dan ghrelin berperan menimbulkan rasa lapar dan melebarkan lambung supaya bisa menampung makanan lebih banyak, sehingga dari sini bisa terjadi penimbunan lemak dalam tubuh, dan bila terjadi terus menerus bisa menyebabkan obesitas.

2. Hipertensi atauu darah tinggi

Firman menjelaskan, akibat rendanya aktivitas fisik atau mager pada masyarakat Indonesia saat ini kasus hipertensi makin meningkat, menurut dara Riskesdas tahun 2018, kasus hipertensi meningkat sebanyak 34%, dibandingkan kasus sebelumnya pada tahun 2013 yaitu sebanyak 14,5%.

Baca juga: Begini Penanganan Pertama Saat Cedera Olahraga Menurut Dosen UNAIR

“Penyakit hipertensi di kalangan akademisi dan klinisi disebut sebagai silent disease, karena darah tinggi menjadi salah satu penyebab utama terjadinya stroke dan serangan jantung. Namun sebetulnya sepertiga dari kasus hipertensi bisa dicegah dengan cara meningkatkan aktivitas fisik,” imbuh Firman.

3. Penyakit jantung

Menurutnya, ketika aktivitas fisik rendah maka metabolisme lemak menghasilkan LDL (kolesterol jahat) akan meningkat, sehingga terjadi penumpukan lemak darah ke dinding pembuluh darah secara masif, akibatnya menimbulkan kerusakan sehingga bisa berisiko tinggi terjadiya serangan jantung.

4. Diabetes melitus

Firman melanjutkan, asupan makanan yang dikonsumsi tidak diolah oleh tubuh dengan baik menjadi energi karena kurang ativitas fisik. Akibatnya terjadi penumpukan lemak dalam tubuh, ketika jumlah lemak tinggi bisa menyebabkan resistensi terhadap insulin dan tidak berfungsi dengan baik, akibatnya terjadi peningkatan gula dalam darah.

5. Osteoatritis atau nyeri sendi

Osteoatritis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang sering dialami pada usia lebih dari 50 tahun. Nyeri sendi bisa disebabkan karena kerusakan struktur sendi, kelemahan otot dan tendon, dan sendi yang paling sering mengalami nyeri adalah sendi lutut, panggul dan tulang belakang.

“Padahal bila dengan melakukan aktivitas rutin dapat menjaga kekuatan otot dan tulang, sehingga bisa mencegah nyeri sendi,” pungkas dia.

Exit mobile version