TopCareerID

Laporan CCL: Banyak Pemimpin yang Belum Siap dengan Model Kerja Hybrid

Ilustrasi model kerja hybrid-pekerja remote- flexible working

Ilustrasi model kerja hybrid-pekerja remote- flexible working. (Pexels)

Topcareer.id – Di tengah era digitalisasi yang terus berkembang, ternyata masih banyak pemimpin di Asia Pasifik (APAC) yang belum siap menghadapi perubahan dari model kerja hybrid, menurut laporan terbaru dari Center for Creative Leadership (CCL) yang mensurvei 2.200 pemimpin di 13 negara di Asia Pasifik (APAC).

Berdasar laporan yang berjudul “WORK 3.0: Reimagining Leadership in a Hybrid World” itu, meski sebagian besar (52%) pemimpin di Asia Pasifik merasa berhasil dalam lingkungan kerja hybrid, banyak pemimpin lainnya (56%) tidak memiliki pandangan jelas tentang bagaimana model ini akan berkembang untuk jangka panjang.

Selain itu, berdasarkan CCL’s Country Report di Indonesia, ditemukan bahwa sebanyak 49% responden menilai perusahaan mereka belum memiliki visi kerja hybrid atau rancangan apapun. Hanya sekitar 15% yang menyatakan bahwa perusahaan mereka telah mengadopsi sistem kerja hybrid.

Untuk dapat menerima paradigma kerja hybrid dan digitalisasi, sudah sepatutnya para pemimpin memprioritaskan investasi pada pengembangan kepemimpinan digital.

“Sebagai pionir dalam bidang penelitian kepemimpinan global dan penyedia pengembangan kepemimpinan, CCL menyadari bahwa transformasi digital yang sukses bukan sebatas implementasi teknologi saja, melainkan perlu adanya pendekatan yang berfokus pada kerja sama tim,” kata Diana Khaitova, Regional Head of Client Development, APAC Center for Creative Leadership dalam siaran pers.

“Dalam lanskap hybrid saat ini, sangat penting bagi pemimpin perusahaan di Indonesia untuk dapat membimbing timnya melalui tantangan baru ini. Maka dari itu, agar perusahaan sukses menghadapinya, ada tiga prioritas yaitu: Direction, Alignment, and Commitment (DAC),” tambah Diana.

Diana menambahkan, terdapat enam peranan kunci kepemimpinan digital yang digunakan sebagai acuan prinsip-prinsip DAC. Peranan tersebut memberikan pemahaman menyeluruh mengenai kebutuhan-kebutuhan utama yang dapat memanfaatkan transformasi digital dalam konteks hybrid.

Baca juga: Survei: 90% Perusahaan Dorong Karyawannya Kembali Ke Kantor Di 2024

1. Menjadi ‘Future Seekers’

Sebagai Future Seekers itu artinya para pemimpin secara aktif mengikuti perubahan lanskap digital yang terus berevolusi sembari beradaptasi terhadap tren dan perkembangan baru.

Mereka akan mengevaluasi tren-tren yang ada dan menggunakan pengetahuan ini untuk membentuk rencana strategis agar tetap unggul dalam persaingan.

2. Menjadi ‘Business Shapers’

Sementara itu, ‘Business Shapers’ merupakan individu yang mengambil keputusan berdasarkan data yang relevan dan menganalisisnya dengan efektif. Pendekatan ini digunakan untuk memperkuat kemampuan baru dan membuka peluang pertumbuhan organisasi menuju ranah digital.

3. Berperan sebagai Ecosystem Builders

Sebagai ‘Ecosystem Builders’, ia mendorong tim di semua level untuk saling berbagi ilmu dan keahlian untuk mendukung pertumbuhan satu sama lain serta mendorong kolaborasi tanpa mengorbankan fleksibilitas.

4. Berperan sebagai Innovation Accelerator

‘Innovation Accelerators’ membantu organisasi memupuk budaya yang lebih memilih mengejar pertumbuhan dibanding kesempurnaan. Pemimpin yang memiliki kemampuan ini membantu karyawan untuk cepat berkembang dan mendorong terciptanya inovasi sehingga dapat melahirkan ide-ide baru yang cemerlang.

5. Memikat bakat

‘Talent Makers’ adalah orang-orang yang dapat membangun semangat persaingan yang baik di antara tim. Mereka mengenali dan memberdayakan individu yang dapat membantu perusahaan unggul di bidang digital.

6. Meningkatkan keterlibatan

‘Engagement Energizer’ berkomitmen terhadap perubahan dengan menjadi teladan. Ia menunjukkan tekad kuat pada tujuan utama bisnis dan memotivasi orang lain untuk ikut serta.

Exit mobile version