TopCareerID

Alasan Kenapa Media Sosial Harus Dipisah dengan E-Commerce

Ilustrasi konten-konten sosmed-tiktok- sosial media harus dipisah dengan e-commerce. (Dimas/Topcareer.id)

Ilustrasi konten-sosial media dan e-commerce. (Dimas/Topcareer.id)

Topcareer.id – Regulasi baru Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023, salah satunya mengatur tentang pemisahan bisnis antara media sosial dan e-commerce atau social commerce. Kenapa harus dipisah? Karena ternyata ada bahayanya jika bisnis media sosial dan e-commerce disatukan.

Aturan itu menyebut bahwa sosial commerce hanya diperbolehkan sebagai sarana untuk memberikan penawaran barang dan atau jasa. “PPMSE dengan model bisnis Social-Commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada Sistem Elektroniknya,” bunyi Pasal 21 ayat (3).

Staf Khusus Menteri koperasi dan UKM (MenKopUKM) Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif, Fiki Satari menjelaskan, bahaya sebuah platform menjalankan bisnis media sosial dengan e-commerce secara bersamaan.

Setidaknya ada empat alasan, kata Fiki yang membuat sebuah platform dilarang menjalankan bisnis tersebut secara bersamaan.

1. Bisa memonopoli pasar

Fiki menyebut ironisnya, monopoli alur traffic dijalankan tanpa disadari oleh pengguna. Mereka diarahkan untuk membeli produk tertentu tanpa mereka sadar.

“Monopoli terjadi apabila ada platform yang mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pasar, penetapan harga yang tidak adil, perlakuan yang berbeda, dan penetapan harga diskriminatif berdasarkan data yang dipunyai,” kata Fiki lewat keterangan resminya dikutip Rabu (4/10/2023).

2. Platform bisa memanipulasi algoritma

Menurut Fiki, platform yang memiliki media sosial dan e-commerce secara bersamaan bisa dengan mudah mendorong produk asing tertentu untuk muncul terus menerus di media sosial pengguna dan di saat bersamaan mempersulit produk lokal untuk muncul di media sosial.

Baca juga: Dilarang Di Indonesia, TikTok Shop Bakal Ditutup Sore Ini

“Manipulasi algoritma ini memungkinkan platform untuk menguntungkan satu produk dan di saat bersamaan mendiskriminasi produk lainnya,” tegas Fiki.

3. Platform bisa memanfaatkan traffic

Ia menambahkan, media sosial mempunyai traffic yang sangat besar dan saat ini dapat dimanfaatkan menjadi navigasi atau trigger dalam pembelian di e-commerce.

Trigger pembelian ini tidak boleh ditangkap oleh e-commerce yang berada dalam satu platform dengan media sosial. Jika ini terjadi, maka tidak ada equal playing field dalam industri digital di Indonesia.

4. Perlindungan data

Jika berkaca kepada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, pemrosesan data pribadi dilakukan sesuai dengan tujuannya. Karena media sosial tujuannya untuk hiburan, maka data yang didapat dari situ tidak untuk diperdagangkan.

“Data demografi pengguna dan agregat pembelian sangat memungkinkan untuk diduplikasi sebagai basis pembuatan produk sendiri atau terafiliasi oleh platform yang menjalankan bisnis secara bersamaan,” ucap Fiki.

Exit mobile version