Topcareer.id – Informasi atau prakiraan cuaca saat ini bisa diperoleh dari manapun, termasuk aplikasi yang bersumber dari smartphone. Namun, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika jika aplikasi informasi cuaca tidak akurat terjadi karena sumber data dan informasinya bersifat global.
“Tidak sedikit masyarakat yang menganggap data dan informasi yang diberikan berasal dari BMKG karena menampilkan informasi seputar cuaca di Indonesia, padahal setelah ditelurusi data dan informasi tersebut bersumber dari institusi di luar Indonesia, bukan dari institusi resmi pemerintah,” kata Dwikorita melalui siaran pers, dikutip Selasa (24/10/2023).
Seperti diketahui, di Google Play maupun App Store terdapat banyak aplikasi prakiraan cuaca yang tersedia, selain aplikasi resmi dari pemerintah Indonesia “Info BMKG”.
Dwikorita menerangkan bahwa prakiraan cuaca di wilayah Indonesia dikeluarkan secara resmi oleh BMKG yang dapat menjadi patokan untuk masyarakat beraktivitas.
Lebih lanjut ia mengatakan, BMKG merupakan satu-satunya institusi resmi Indonesia yang berwenang untuk memberikan prakiraan cuaca bagi publik di Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Selanjutnya Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan rendahnya tingkat akurasi prakiraan cuaca pada aplikasi yang non pemerintah tersebut (pada aplikasi selain Info BMKG), karena prakiraan tersebut dibuat dengan data global yang diolah dengan pemodelan matematis dan kemudian didownscale khusus untuk wilayah Indonesia.
Data global tersebut, kata dia, merupakan data cuaca yang berasal dari negara-negara di seluruh dunia yang menjadi anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organisasi – WMO).
Baca juga: BMKG Sebut Alasan Aplikasi Prakiraan Cuaca Sering Meleset
“Termasuk BMKG yang selalu mengirimkan data ke WMO secara otomatis melalui jaringan komunikasi satelit, untuk dihimpun menjadi data global. Namun, perlu dipahami bahwa data dan informasi yang dikirimkan oleh BMKG hanya terbatas data dari 59 stasiun pengamatan di Indonesia yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa dan Sumatra,” paparnya.
Oleh institusi non pemerintah, lanjut dia, data global tersebut selanjutnya diolah, dimodelkan, dan “didownscale” guna menghasilkan prakiraan cuaca di kota-kota atau di berbagai daerah di Indonesia.
“Terbatasnya data tersebut tentu saja tidak mampu merepresentasikan kondisi cuaca dan iklim di seluruh wilayah Indonesia,” tambah Guswanto.
Ditegaskan kembali oleh Dwikorita, inilah jawaban mengapa informasi cuaca yang dikeluarkan aplikasi smartphone tidak jarang meleset dan menimbulkan kebingungan masyarakat.
Karena tidak divalidasi atau diverifikasi dengan data observasi faktual di lapangan, yang lebih merepresentasikan kondisi dan dinamika cuaca di Indonesia.
Dwikorita menambahkan pula, pemodelan global yang “didownscale” tersebut tentunya tidak cukup akurat untuk merepresentasikan kondisi faktual di Indonesia yang sangat kompleks dan dinamis.
Terlebih, kondisi cuaca dan iklim Indonesia sangat dipengaruhi oleh Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, serta Benua Asia dan Benua Australia.
Ditambah, lanjut Dwikorita, wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilewati oleh garis khatulistiwa dengan kondisi topografi yang kompleks. Realitas ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap dinamika cuaca dan iklim di wilayah Indonesia.