Topcareer.id – Pasar tenaga kerja diperkirakan akan semakin kompetitif ke depan, ditambah Sumber Daya Manusia (SMD) yang melimpah mendekati bonus demografi 2045. Demi mengatasi kekhawatiran seputar lapangan kerja, maka peran perguruan tinggi di sini akan sangat penting.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi menyampaikan bahwa diperlukan strategi khsusus untuk mengatasi kekhawatiran kurangnya lapangan kerja, ketidakpastian persaingan kerja hingga persiapan memasuki usia penduduk tua.
“Perguruan tinggi memiliki peran penting dalam upaya mengatasi masalah ketenagakerjaan. Karena konsekuensi setelah lulus perkuliahan adalah masuk ke dunia kerja,” kara Sekjen Anwar, dikutip melalui siaran pers, Jumat (8/12/2023).
Sekjen Anwar berharap perguruan tinggi memastikan program pendidikannya telah mencakup mata kuliah dan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan dan tuntutan dunia kerja.
Termasuk di dalamnya, kata dia, menghadirkan dosen berpengalaman dan praktisi industri sebagai pengajar tamu untuk memberikan wawasan praktis kepada mahasiswa dan alumni.
Baca juga: 10 Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri Terbaik Versi Webometrics
Perguruan tinggi juga disarankan bekerja sama dengan perusahaan dan organisasi di sekitar dalam penyediaan kesempatan magang dan bekerja bagi mahasiswa serta alumni.
Sekjen Anwar meminta perguruan tinggi memberikan pelatihan keterampilan tambahan seperti soft skill komunikasi, kepemimpinan, dan kolaborasi tim kepada mahasiswa dan alumni.
“Selain itu, menyediakan forum atau acara jaringan alumni yang memungkinkan mahasiswa dan alumni untuk terhubung satu sama lain maupun dengan profesional yang berpengalaman sehingga dapat memberikan peluang kerja, mentorship, dan dukungan dalam membangun karir,” ujar Anwar.
Permintaan tenaga kerja di masa depan memiliki dua pola. Pertama, pekerjaan-pekerjaan akan bersentuhan dengan pemanfaatan teknologi (hardskill digital). Kedua, dari sisi softskill, kemampuan analitis, orientasi pemecahan masalah, kreativitas, dan komunikasi sangat diperlukan.
“Namun demikian, keterampilan digital yang dimiliki tenaga kerja Indonesia masih bersifat teoritis dan umum, sehingga terjadi kesenjangan dari sisi supply dan demand,” tandasnya.