TopCareerID

Paylater Digemari Gen Z, Pakar Unair Ingatkan Ini

Ilustrasi kenaikan gaji ASN dan pensiunan PNS yang diatur BKN- uang. (Pexels)

Ilustrasi upah (Pexels)

TopCareer.id – Adopsi teknologi dan kebiasaan belanja online, membuat layanan paylater tumbuh signifikan di kalangan generasi muda, termasuk Gen Z.

Pakar Ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Bayu Arie Fianto mengatakan, salah satu penyebab paylater jadi populer adalah kemudahan kredit tanpa penilaian ketat.

“Generasi muda Indonesia mudah mengadopsi teknologi baru dan berbelanja di e-commerce. Dengan adanya penawaran dari fintech yang terhubung dengan e-commerce, pertumbuhan paylater ini tentu meningkat pesat,” kata Bayu Arie.

Baca Juga: Unair Buka Prodi Kedokteran Di Banyuwangi

Mengutip laman resmi Unair, Senin (29/7/2024), Bayu Arie mengatakan sebelumnya pengajuan kredit melalui bank membutuhkan pengecekan sumber penghasilan dan kondisi bisnis.

Namun, dengan paylater, kredit untuk kebutuhan konsumsi kecil bisa diperoleh masyarakat dengan lebih mudah.

Dosen ekonomi syariah ini pun menekankan, generasi muda harus harus memahami kemampuan finansial mereka sebelum memutuskan menggunakan produk semacam itu.

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memahami literasi keuangan dengan baik.

“Di satu sisi, kredit paylater dapat mendorong perekonomian. Di sisi lain, generasi muda yang kurang literasi finansial bisa terjebak dalam hutang yang tidak perlu,” ujarnya.

Sehingga, regulasi sangat penting untuk memastikan fintech yang bergerak di produk ini, untuk memenuhi syarat, transparan, dan menjaga keamanan data nasabah.

Semua fintech harus mendaftar dan memenuhi syarat-syarat tertentu, termasuk transparansi dalam hal prosedur, bunga, margin bagi hasil, dan tata cara pembayaran.

Selain itu, harus diketahui juga risiko utama pada konsumen seperti gagal bayar akibat perilaku konsumtif, beban bunga tinggi, hingga risiko penyalahgunaan data pribadi

Menurut Bayu, perilaku konsumtif dan impulsif konsumen sering menyebabkan gagal bayar, dan bunga tinggi bisa membebani konsumen.

Selain itu, pengelola layanan juga dapat menanggung risikonya seperti kegagalan bayar konsumen, manajemen likuiditas yang buruk, kurangnya transparansi yang memicu keluhan, hingga persaingan ketat di industri fintech.

“Penyedia layanan harus mengelola likuiditas mereka dengan baik untuk menghindari kebangkrutan,” Bayu Arie menegaskan.

Meski begitu, prospek paylater tetap dinilai menjanjikan di masa depan, dengan semakin banyaknya generasi yang mengadopsi teknologi digital, dan membutuhkan proses instan saat berbelanja.

“Prospek paylater menjanjikan, namun membutuhkan inovasi pemerintah, fintech, dan akademisi untuk mengedukasi masyarakat tentang literasi keuangan,” pungkas Bayu Arie.

Exit mobile version