TopCareerID

Penjualan Rokok Eceran Dilarang, Tuai Pro Kontra

Ilustrasi rokok. (Pexels)

Ilustrasi rokok. (Pexels)

TopCareer.id – Aturan turunan Undang-Undang Kesehatan di Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 28 tahun 2024 yang melarang penjualan rokok eceran, menuai pro kontra.

Bagi pedagang kecil, larangan penjualan rokok eceran ini dinilai berdampak pada bisnis mereka. Sementara menurut para pakar kesehatan, aturan ini diapresiasi.

Dede, salah satu pemilik warung yang menjual rokok di Jakarta, mengatakan larangan ini mungkin bisa mempengaruhi penjualannya.

“(Yang beli) bungkusan ada, batangan ada, biasa orang-orang kecil ke bawah, yang tidak punya duit (beli) batangan,” kata Dede kepada TopCareer.id, Kamis (1/8/2024).

Dede mengungkapkan, memang ada beda harga apabila seseorang membeli rokok secara satuan dengan satu kemasan. Namun, ia mengatakan tak setuju apabila jual rokok satuan dilarang. “Mendingan bisa beli yang eceran. Sebungkus juga (diperbolehkan), eceran juga (diperbolehkan),” ujarnya.

Sementara, menurut Pauline, seorang pemilik warung di Jakarta yang juga menjual rokok eceran, tegas menyatakan tak setuju akan aturan ini. “Tidak semua punya duit. Kalau yang ketengan kan bisa buat membantu yang tidak punya uang,” ujarnya saat ditemui di warungnya.

Larangan Jual Rokok Eceran Diapresiasi Pakar Kesehatan

Di satu sisi, larangan penjualan rokok eceran mendapatkan apresiasi dari pakar kesehatan. Sumarjati Arjoso, Ketua Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) dalam konferensi persnya Rabu (31/7/2024) memberikan apresiasi pada pemerintah atas terbitnya PP ini.

Menurut Sumarjati, saat ini sudah banyak Pemerintah Daerah yang menerbitkan Peraturan Daerah atau Perda Kawasan Tanpa Rokok.

Baca Juga: Turunan UU Kesehatan Larang Jual Rokok Eceran

Meski begitu, tingkat kepatuhan terhadap Perda ini dinilai masih rendah di kisaran 32 sampai 35 persen. Menurutnya, program yang bagus juga sering kali belum terlaksana dengan baik di lapangan.

“Penjualan rokok eceran tuh menjualnya di mana sih? Di pinggir jalan, di gang-gang kan? Yang mengawasi siapa? RT juga ikut beli, anaknya juga beli,” kata Sumarjati, seperti dikutip dari siaran konferensi pers di YouTube Komnas Pengendalian Tembakau.

Menjalankan Aturan Secara Konsisten

Sementara, Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany dalam konferensi pers yang sama juga memberikan apresiasi terhadap beberapa aturan tentang rokok di PP Kesehatan, di antaranya larangan penjualan rokok batangan, aturan zonasi penjualan rokok, hingga batas usia menjadi 21 tahun ke atas.

“Kami berharap bahwa PP ini bisa dijalankan secara konsisten. Ini yang terpenting. Masuk dalam PP adalah satu langkah awal, jangka pendek, tapi jangka panjangnya adalah bagaimana PP ini bisa dilaksanakan secara konsisten,” kata Hasbullah.

“Harus ada kesamaan pandang bahwa pengaturan zat adiktif bukan karena kita tidak suka industri yang jual rokok, atau kawan-kawan kita pedagang kecil yang jualan rokok, atau pekerja rokok atau petani tembakau, tapi ini adalah bagian yang merupakan pemikiran strategis agar kita 2045 bisa produktif,” pungkasnya.

Exit mobile version