Di 1917, Abdoel berkunjung ke Belanda sebagai anggota delegasi Comite Indie Weerbaar. Namun saat pulang, surat kabar Kaum Muda diberedel.
Berkat usaha Datuk Tumenggung di Jakarta, SI lalu dapat menerbitkan harian Neratja, di mana Abdoel Moeis diangkat sebagai pimpinannya.
Pada tahun 1918, Abdoel Moeis menjadi anggota dewan Volksraad. Karena terjadi pertentangan dalam tubuh Serikat Islam, ia meninggalkan Jakarta dan kembali ke Sumatra Barat pada 1923.
Di Sumbar, Abdul Muis memimpin harian Utusan Melaju dan harian Perobahan yang gigih melawan Belanda. Namun usai peristiwa tahun 1926/1927, saat dia melawan politik pajak tanah dan perpanjangan waktu erfpacht, ditambah aksinya dalam gerakan adat, Abdoel Moeis tidak lagi bebas berpolitik.
Abdoel lalu “ditahan” dan tak boleh meninggalkan Pulau Jawa. Dirinya tak lagi menonjolkan diri di Serikat Islam. Sejak itu, ia menulis novel dan menyadur sastra asing hingga akhir hayatnya.