Rumah Laksamana Maeda, yang merupakan Kepala Kantor Perhubungan Angkatan Laut, dinilai cukup aman. Pertimbangan lain adalah kedekatannya dengan beberapa tokoh Indonesia.
Ruang makan di rumah Maeda itu menjadi tempat dirumuskannya Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sementara, sang tuan tidur di lantai dua.
Miyoshi, orang kepercayaan Nishimura, hadir bersama Mbah Diro, B.M. Diah, dan Sukarni menyaksikan Sukarno, Hatta, dan Ahmad Subardjo membahas perumusan Naskah Proklamasi. Sementara tokoh-tokoh lainnya, baik golongan tua maupun pemuda menunggu di beranda.
Saat tentara sekutu tiba di Indonesia pada September 1945, Maeda dan stafnya, Shigetada Nishijima, dijebloskan ke Penjara Glodok dan Rutan Salemba. Mereka dipaksa menyatakan Republik Indonesia merupakan buatan Jepang. Namun Nishijima mengatakan, walau ia disiksa sampai kencing darah, dia tetap tidak akan mengakuinya.
Maeda lalu dipulangkan ke Jepang. Ia pun mundur dari dunia politik dan jabatannya, bahkan sempat ditahan dengan tuduhan membantu kemerdekaan Indonesia. Dia juga sempat disidang karena dianggap mencoreng harga diri Jepang, meski akhirnya bebas. Dia lalu memilih menjadi warga sipil dan hidup miskin, tanpa fasilitas negara.
Pada 17 Agustus 1973, Maeda diundang pemerintah Indonesia di Kedutaan Besar Republik Indonesia Tokyo, untuk menerima Tanda Kehormatan Bintang Jasa Nararya. Pada 13 Desember 1977, ia meninggal dunia.