Pada 19 Oktober 1945, pasukan sekutu berhasil mendarat di Semarang sebagai jalan menuju Yogyakarta. Mereka membonceng NICA dan ingin menguasai Yogyakarta sebagai kota penting di Jawa. Namun ini digagalkan oleh Soedirman.
Pertempuran semakin memanas antara pihak sekutu dengan pejuang republik. Pasukan sekutu berusaha memukul mundur pasukan Soedirman hingga ke Magelang. Di bawah kepemimpinan Soedirman, pasukan sekutu mundur dan Magelang berhasil dikuasai kembali oleh republik. Pasukan sekutu kemudian mundur ke wilayah Ambarawa.
Setelah berhasil memukul mundur pasukan Sekutu dan atas pertimbangan Presiden Sukarno, pada 18 Desember 1945 Soedirman dilantik menjadi Panglima Tertinggi TKR. Dari situlah, ia resmi menjadi Jenderal Soedirman.
1 Oktober 1946 dilakukan perundingan antara Sutan Sjahrir dengan pemerintah Belanda di Linggarjati. Dalam perundingan tersebut dicapailah kesepakatan gencatan senjata dengan Belanda.
Soedirman ditunjuk sebagai salah satu panitia gencatan senjata. Sebagai kelanjutan dari perundingan tersebut, sebagai anggota panitia gencatan senjata, ia bersama Urip Soemahardjo berangkat ke Jakarta.
Namun di stasiun Klender, rombongan Soedirman dihadang pasukan Belanda dan berusaha dilucuti. Ini membuatnya marah dan mengancam akan kembali ke Yogyakarta, jika Belanda memaksa mereka melucuti senjatanya.
Ancaman Soedirman membuat Belanda mengaku salah dan meminta maaf. Merkea lalu memperbolehkan Soedirman dengan Urip Soemohardjo menghadiri perundingan. Pada 5 November 1946, Soedirman kembali ke Yogyakarta. Dari perundingan tersebut lahirlah Perjanjian Linggarjati.