Kedatangan mata-mata ini menimbulkan kecurigaan di kalangan anak buah. Untuk itu dia segera meninggalkan tempatnya dan pindah ke hutan dengan jalan kaki. Namun sebelum itu, bersama Kapten Suparjo, Soedirman meminta Letnan Herru Kesser untuk menyamar sebagai dirinya karena bentuk dan ukuran badannya mirip.
Dalam penyamaran, Kesser langsung bergerak ke selatan dengan ditandu dan berhenti di suatu rumah. Di rumah itu, ia segera menanggalkan pakaian yang sering dipakai Soedirman. Setelah itu ia dan teman-temannya segera meninggalkan rumah tersebut tanpa diketahui mata-mata musuh.
Pada sore harinya rumah itu dibom oleh tiga buah pesawat pemburu Belanda hingga terbakar habis. Berkat taktik Kapten Suparjo yang berhasil mengelabui Belanda, Jenderal Soedirman selamat dari serangan musuh.
Hingga akhir Agresi Militer Belanda II, Soedirman pun tak pernah tertangkap oleh pasukan Belanda, hingga pengakuan kedaulatan secara penuh sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar.
Usai Republik Indonesia Serikat terbentuk, Jenderal Soedirman masih menjadi Panglima tertinggi TNI. Pada 28 Januari 1950, Soedirman wafat dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Dia diberi gelar Pahlawan Nasional tanggal 10 Desember 1964.