TopCareerID

Husein Mutahar, Bapak Paskibraka & Penyelamat Bendera Pusaka

Husein Mutahar, Bapak Paskibraka

TopCareer.id – Pasukan Pengibar Bendera Pusaka atau Paskibraka, selalu menjadi sorotan di Upacara Hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus. Adanya pasukan ini dicetuskan oleh Husein Mutahar.

Husein Mutahar atau bernama lengkap Habib Muhammad bin Husein al-Mutahar, adalah seorang pejuang kemerdekaan yang dikenal sebagai Bapak Paskibraka Indonesia.

Husein lahir pada 5 Agustus 1916 di Semarang. Ayahnya adalah Sayyid Salim bin Ahmad bin Salim al-Mutahar.

Mengutip jabarprov.go.id, Kamis (8/8/2024), Husein menempuh pendidikan dasar di Europeesche Lagere School. Dia juga mempelajari Al-Quran dengan berguru pada Encik Nur, serta sempat melanjutkan pendidikan agama dengan Kyai Saleh.

Memasuki sekolah tingkat atas, Husein masuk ke Algemene Middlebare yang berlokasi di Yogyakarta. Dia mengambil jurusan Sastra Timur dengan peminatan bahasa Melayu

Baca Juga: Karier Jenderal Soedirman, Sang Panglima Besar RI

Sempat masuk ke Universitas Gadjah Mada di jurusan hukum, Husein tak melanjutkan pendidikan tingginya sampai selesai. Dia memilih bergabung dengan gerakan revolusi nasional.

Tahun 1945, Husein bekerja sebagai Sekretaris Panglima Angkatan Laut RI di Yogyakarta. Dua tahun kemudian, ia menjadi pegawai tinggi di Sekretariat Negara Yogyakarta. Kariernya pun terus naik karena dia mendapat jabatan yang loncat antar departemen.

Saat Agresi Militer I pada 1947, Presiden Soekarno memerintahkan Husein untuk menyelamatkan Bendera Indonesia yang dijahit oleh Fatmawati. Kala itu, ia mencoba menyelamatkannya dengan melepaskan benang jahit antara warna merah dan putih. Hal ini sukses dan bendera Pusaka bisa berkibar kembali dan selamat sampai ibu kota Indonesia.

Awal mula Husein menggagas Paskibraka dimulai pada 1946, saat Ibu Kota Indonesia pindah di Yogyakarta. Saat itu, dalam rangka HUT ke-1 RI, Soekarno memintanya menyiapkan pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta.

Di benak Mutahar pun terlintas gagasan bahwa sebaiknya pengibaran Bendera Pusaka dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah generasi penerus perjuangan bangsa.

Namun, karena sulit terlaksana, dihadirkanlah lima orang saja yang terdiri dari tiga putra dan dua putri, yang berasal dari berbagai daerah dan kebetulan berada di Yogyakarta. Kelimanya pun melambangkan Pancasila. Sejak itu, sampai tahun 1949, pengibaran bendera di Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara yang sama.

Ketika Ibu kota dikembalikan ke Jakarta pada 1950, Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka. Pengibaran bendera pusaka tiap 17 Agustus di Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah Tangga Kepresidenan sampai 1966.

Mengutip laman paskibraka.bpip.go.id, selama periode ini, pengibar bendera diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta.

Tahun 1967, Husein dipanggil lagi oleh Presiden Soeharto untuk menangani pengibaran bendera pusaka.

Dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, dia kemudian mengembangkan formasi pengibaran menjadi 3 kelompok yang dinamai sesuai jumlah anggotanya, yaitu Pasukan 17/pengiring (pemandu), Pasukan 8/pembawa bendera (inti), dan Pasukan 45/pengawal.

Dengan kondisi saat itu, Husein Mutahar hanya melibatkan putra daerah yang ada di Jakarta, dan menjadi anggota Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran bendera Pusaka.

Mulai 17 Agustus 1968, petugas pengibar bendera pusaka adalah para pemuda utusan provinsi, tapi karena belum seluruh provinsi mengirimkan perwakilan sehingga masih harus ditambah eks-anggota pasukan 1967.

Pada 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Soeharto kepada Gubernur/ Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia.

Bendera duplikat mulai dikibarkan dan menggantikan Bendera Pusaka pada HUT RI tanggal 17 Agustus 1969 di Istana Merdeka, Jakarta.

Mulai 1969 itu, anggota pengibar bendera pusaka adalah para remaja siswa SLTA se-tanah air yang merupakan perwakilan seluruh provinsi di Indonesia. Tiap provinsi diwakili sepasang remaja putra dan putri.

Istilah yang digunakan dari 1967 sampai 1972 masih Pasukan Pengerek Bendera Pusaka. Baru pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan nama baru Pengibar Bendera Pusaka yaitu Paskibraka.

PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar mengandung pengertian pengibar, RA berarti bendeRA dan KA berarti PusaKA. Mulai saat itu, anggota pengibar bendera pusaka disebut Paskibraka.

Dikutip dari berbagai sumber, Husein Mutahar juga sempat menjadi Duta Besar RI di Vatikan pada 1969 sampai 1973. Jabatan terakhirnya adalah Pejabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri.

Husein Mutahar meninggal di Jakarta pada 9 Juni 2004 pada usia 87 tahun. Sesuai keinginannya, ia dimakamkan di Pemakaman Jeruk Purut, Jakarta Selatan meski saat itu dirinya diizinkan untuk dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Tak hanya sosok Bapak Paskibraka, Husein Mutahar juga seorang pembuat lagu. Dia dikenal dengan lagu-lagu kebangsaan dan anak, termasuk yang paling populer dan kerap dilantunkan sampai sekarang yaitu Syukur, Hari Merdeka, dan Hymne Pramuka.

Exit mobile version