Sayuti Melik tergabung dalam kelompok Menteng 31 yang beranggotakan para pemuda. Mereka mendesak “Golongan Tua” untuk memerdekakan Indonesia secepat mungkin, tanpa harus menunggu janji-janji Jepang, yang kala itu di ambang kekalahan dari Sekutu di Perang Asia Timur Raya atau Perang Dunia Kedua.
Pada 16 Agustus, Sayuti dan para pemuda lainnya membawa Soekarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok, untuk mendesak mereka segera menyatakan kemerdekaan Indonesia. Keduanya pun setuju dan kembali ke Jakarta malam harinya, untuk merumuskan naskah Proklamasi di rumah Laksamana Maeda.
Di situ, Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo saling bertukar pandangan, serta merangkai kata-kata yang tepat untuk mengisi teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Sementara, Sayutilah yang diminta mengetik naskah hasil rumusannya.
Sayuti Melik juga menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dia lalu ditunjuk untuk ikut andil dalam keanggotaan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sejak 29 Agustus 1945. KNIP adalah Badan Pembantu Presiden yang merupakan cikal-bakal lembaga legislatif di Indonesia.
Namun saat Peristiwa 3 Juli 1946, Sayuti ditangkap pemerintah atas perintah Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin, karena dinilai terlibat kala itu. Kejadian ini disebut-sebut sebagai upaya makar pertama setelah kemerdekaan. Namun dalam pemeriksaan, Sayuti tidak terbukti bersalah, sehingga lepas dari dakwaan dan dibebaskan.