TopCareerID

Rasuna Said, ‘Singa Minangkabau’ Pembela Hak Perempuan

Rasuna Said (Wikimedia Commons)

TopCareer.id – Jika bicara tentang pahlawan nasional yang memperjuangan hak-hak perempuan, Raden Ajeng Kartini tentu jadi yang cukup banyak diingat. Namun selain itu, nama Rasuna Said tak boleh dilupakan.

Diabadikan ke dalam nama jalan di Jakarta, Rasuna Said adalah Pahlawan Nasional yang turut memperjuangkan persamaan hak antara pria dan wanita.

Hajjah Rasuna Said lahir tanggal 14 September 1910 di Nagari Panyinggahan, Maninjau, Sumatera Barat. Ayahnya, Haji Muhammad Said, adalah seorang pengusaha dan aktivis pergerakan di Minangkabau.

Baca Juga: Karier Jenderal Soedirman, Sang Panglima Besar RI

Rasuna bersekolah di Sekolah Desa Maninjau, kemudian di sekolah Diniyah School Padang Panjang, Meisjes School, dan Islamic College.

Saat menempuh pendidikan di Diniyah, Rasuna aktif di Persatuan Murid-Murid Diniyyah School (PMDS), Mengutip esi.kemdikbud.go.id, di situ idealisme mereka berkembang dan giat di bidang sosial pendidikan, serta politik.

Setelah Sekolah Diniyah Putri didirikan 1 November 1923, Rasuna Said menjadi guru di Perguruan Diniyah tersebut.

Rasuna masuk Sekolah Thawalib usai gempa di Padangpanjang tahun 1926. Di situ, dia dikenal sebagai perempuan yang ahli pidato. Ia menyelesaikan pendidikannya dalam waktu dua tahun.

Selanjutnya: Julukan Singa Minangkabau dan ditangkap Belanda

Rasuna sempat menjadi sekretaris di Sarikat Rakyat, organisasi yang menentang Belanda. Organisasi ini kemudian melahirkan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Di samping itu, ia juga masuk Permi (Persatuan Muslim Indonesia).

Karena PSII tak memperbolehkan rangkap keanggotaan, Rasuna mengundurkan diri dari Sarikat Rakyat. Tahun 1932, ia menjadi salah seorang Pengurus Besar Permi.

Bersama Permi, Rasuna keras menentang kebijakan Belanda dalam mengontrol lembaga pendidikan swasta lewat Ordonansi Guru dan Ordonansi Sekolah Liar.

Sosok Rasuna pun jadi sorotan Belanda. Dia terus terang mengecam penjajah yang hanya memperbodoh dan memiskinkan rakyat Indonesia.

Sikap keras dalam pidatonya pun membuat dia dijuluki “Singa Minangkabau.” Pada 1932, ia ditangkap Belanda dalam sebuah pidatonya bulan Oktober, di sebuah rapat perjuangan.

Dia dikenakan pasal spreekdelict (larangan bicara di muka umum) karena menentang pemerintah Belanda, serta tercatat sebagai perempuan pertama yang terkena hukum pidana kolonial itu.

Rasuna mendekam di penjara selama 15 bulan, sementara rekan seperjuangannya Rasimah Ismail dihukum 9 bulan. Keduanya dikirim ke penjara Bulu Semarang.

Bebas dari penjara, Rasuna kembali ke Padang. Pada 1936, Permi dipaksa Belanda menjadi partai yang tidak berarti lagi atau bubar dari kegiatan politik.

Selanjutnya: Berbagai organisasi yang diikuti

Rasuna lalu melanjutkan pendidikannya di Islamic College, dan dipercaya memimpin majalah sekolah Raya. Ia lalu pindah ke Medan dan menjadi pemimpin majalah Menara Putri.

Dalam tulisan-tulisannya, Rasuna mengobarkan semangat perjuangan memerdekakan Indonesia, serta menelurkan ide-ide terkait perempuan.

Di masa pendudukan Jepang, Rasuna bergabung dengan Pemuda Nippon Raya. Ia juga mengerahkan pemuda untuk masuk Gyugun, sebagai upaya mempersiapkan potensi militer. Rasuna masuk seksi perempuan di bagian logistik.

Ia lalu menjadi pemimpin organisasi perempuan Hahanokai, sebagai dukungan sosial dan kesejahteraan laskar Indonesia.

Di era republik, berdasarkan Peraturan Presiden No. 6 Tahun 1946 tentang penyempurnaan susunan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Rasuna tercatat sebagai anggota Nomor Urut 161, mewakili Sumatra.

Rasuna juga menjadi tokoh pendiri Badan Pengawal Nagari dan Kota (BPNK) pada 1947. BPNK adalah badan persatuan gerakan perjuangan revolusi di Sumatra Barat, di samping tentara resmi Front Pertahanan Nasional (FPN).

BPNK dipimpin oleh Sekretariat yang terdiri atas lima orang yaitu Hamka, Chatib Sulaiman, Udin, Karim Haluir, dan Rasuna Said.

Selanjutnya: Berkarier hingga akhir hayat

Sejak Desember 1949 sampai Agustus 1950, Rasuna tercatat sebagai anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) dengan Nomor Urut 38 dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara sejak 17 Agustus 1950.

Dia lalu menjadi anggota Dewan Nasional pada 11 Juli 1957 hingga keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Presiden Soekarno kemudian juga mengangkat Rasuna sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia (DPA-RI), yang masih dijabatnya sampai akhir hayat.

Mengutip budaya.jogjaprov.go.id, Rasuna sempat menikah dengan Dusky Samad, seorang rekan pengajar dan aktivis politik. Mereka dikaruniai seorang puteri. Pernikahan itu berakhir di awal 1930-an.

Rasuna meninggal karena kanker pada 2 November 1965. Ia dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Rasuna Said dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui SK Presiden Republik Indonesia No. 084/TK Tahun 1974 tanggal 13 Desember 1974.

Exit mobile version