Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Tuesday, September 17, 2024
idtopcareer@gmail.com
Tren

PHK di Jateng Tinggi, Upah Murah Bukan Solusi

Ilustrasi kenaikan gaji ASN dan pensiunan PNS yang diatur BKN- uang. (Pexels)Ilustrasi upah (Pexels)

TopCareer.id – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah (Jateng) membantah anggapan upah murah adalah solusi untuk mengatasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Hal ini disampaikan Aulia Hakim, Sekretaris KSPI Jateng dalam menanggapi laporan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), yang mencatat sebanyak 46.240 pekerja mengalami PHK sepanjang Januari hingga Agustus 2024.

Tercatat, Jawa Tengah jadi salah satu wilayah dengan angka PHK tertinggi, meski selama ini dikenal sebagai daerah dengan upah yang rendah.

Baca Juga: DPR: Pemerintah Jangan Diam Hadapi Badai PHK

“Kami dari KSPI Jawa Tengah menanggapi hal bahwa fakta ini sekaligus mematahkan mitos bahwa upah murah adalah solusi untuk mengatasi PHK,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (5/9/2024).

“Sebaliknya, di Jawa Tengah, yang dikenal dengan tingkat upah rendah, justru angka PHK tertinggi tercatat, terutama di sektor manufaktur, tekstil, dan industri pengolahan,” imbuhnya.

Menurut Aulia, selama bertahun-tahun pemerintah dan pengusaha mempromosikan kebijakan upah murah, sebagai strategi menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja.

Ia mengatakan, Jateng sering dijadikan contoh sukses dari kebijakan ini, dengan argumen upah rendah akan meningkatkan daya saing, serta menjaga keberlangsungan operasional perusahaan.

“Namun, data terbaru menunjukkan bahwa strategi ini tidak hanya gagal melindungi pekerja dari ancaman PHK, tetapi juga tidak mampu memberikan kepastian kerja,” kata Aulia.

Baca Juga: Gelombang PHK, Pakar UGM Ungkap Sebabnya

Dia menegaskan, PHK massal di Jateng membuktikan bahwa kebijakan upah murah adalah solusi yang keliru.

“Meskipun upah di provinsi ini lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain, ternyata tidak ada jaminan bahwa pekerja di sini akan terlindungi dari gelombang PHK,” ujar Aulia.

“Ini adalah bukti bahwa upah murah tidak dapat menjadi tameng yang efektif terhadap krisis ketenagakerjaan yang lebih besar,” pungkasnya.

UU Cipta Kerja Dinilai Memperburuk Keadaan

Selain itu, kegagalan kebijakan upah murah semakin diperparah oleh dampak negatif dari UU Cipta Kerja.

“Undang-undang ini, yang disahkan dengan dalih meningkatkan fleksibilitas pasar kerja dan menarik investasi, justru mempermudah pengusaha untuk melakukan PHK,” Aulia mengatakan.

Menurutnya, UU Cipta Kerja tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja, dan dalam kasus PHK massal, undang-undang tersebut justru berperan sebagai alat yang memfasilitasi praktik-praktik yang merugikan pekerja.

Baca Juga: 5 Tips Cari Kerja Usai Kena PHK

Dalam konteks Jateng, kata Aulia, penerapan UU Cipta Kerja semakin memperburuk keadaan. Menurutnya, aturan ini memberikan keleluasaan yang lebih besar kepada pengusaha untuk melakukan PHK massal.

“Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap para pekerja yang selama ini telah berjuang untuk memperoleh upah yang layak dan perlindungan kerja yang adil,” kata Aulia.

“Untuk itu, tidak ada jalan lain selain mencabut UU Cipta Kerja dan meninggalkan paradigma upah murah yang sudah terbukti tidak efektif,” pungkasnya.

Leave a Reply