TopCareer.id – Akademisi menyebut wacana kebijakan subsidi tarif KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) bakal paling berdampak pada kelas menengah.
Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB) Yorga Permana mengatakan, kebijakan semacam ini jangan sampai membuat kelas menengah malah semakin terbebani.
“Pakai NIK, harus daftar kartu dan lain sebagainya, nanti subsidi yang berbeda. Saya jadi tidak setuju jika memang malah mempersulit dan membuat kelas menengah semakin rapuh,” kata Yorga.
Yorga pun mengatakan, apabila memang tarif KRL harus dinaikkan, ada baiknya menggunakan skema pengajuan dari masyarakat apabila mereka membutuhkan subsidi.
“Nanti tinggal verifikasi selesai daripada integrasi NIK yang menurut saya jauh dari kesiapan,” ujarnya dalam Diskusi Publik “Kelas Menengah Turun” yang digelar Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) secara daring, Senin (9/9/2024).
“Tapi menurut saya prioritas pertamanya adalah (tarifnya) tidak naik dengan kondisi seperti sekarang. Dengan krisis, kelas menengah saat ini butuh mengurangi pengeluaran yang sifatnya rutin, itu harus dijaga.”
Baca Juga: Wacana Subsidi KRL Pakai NIK, DPR Sebut Bisa Rugikan Masyarakat
Menurut Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto, dilemparnya wacana semacam ini tidaklah tepat, di saat kelas menengah berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.
Ia mengungkapkan, kelas menengah saat ini juga dibuat khawatir dengan berbagai kebijakan pemerintah yang tidak terorganisir seperti subsidi KRL berbasis NIK, hingga pembatasan BBM bersubsidi.
“Di BBM ada isu tidak tepat sasaran, di KRL ada isu tidak tepat sasaran. Terus mau pindah kemana masyarakat ini? Kan harapannya kalau Anda tidak kuat dengan pembatasan BBM, silahkan pindah ke transportasi publik, lah transportasi publiknya juga diseleksi.”
Eko pun mengatakan, wacana-wacana semacam ini harusnya bisa ditangani pemerintah.
“Kalau ini semuanya adalah beban, kira-kira mana yang bisa ditanggung, mana yang benar-benar tidak bisa ditanggung. Itu sebenarnya bisa kalau pemerintahnya bekerja. Ini masalahnya koordinasinya tidak jalan benar,” pungkasnya.