TopCareer.id – Fenomena jumlah kelas menengah yang menurun di Indonesia jadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir.
Menurut ekonom senior INDEF Bustanul Arifin, ada bahaya yang mengancam Indonesia jika terjadi kelas menengah menurun secara terus menerus.
Bustanul mengatakan, kelas menengah memainkan peran yang penting dari sisi sosial-politik, mempengaruhi atau menentukan governansi, dan kualitas kebijakan dan pertumbuhan ekonomi.
“Di beberapa pengalaman Amerika Latin terutama, bolong atau kekosongan kelas menengah juga jelek,” ujarnya dalam Diskusi Publik INDEF bertajuk Kelas Menengah Turun, Senin lalu.
“Kalau menurun terlalu jauh lalu menjadi kosong, kita ngeri revolusi,” ujarnya, seperti dikutip dari YouTube INDEF, Kamis (12/9/2024).
Baca Juga: BPS: Kelas Menengah RI Anjlok Usai Pandemi
Jumlah kelas menengah yang sedikit, tidak cukup menjadi jembatan antara kelas penduduk yang kaya dan miskin. Bustanul dalam pemaparannya pun mengungkap, di beberapa negara Amerika Latin dengan struktur kelas yang sangat timpang, sering mengalami tekanan dan guncangan karena kosongnya kelas menengah.
“Dari Tuan Tanah ada kelas menengah tapi jumlahnya sedikit, lalu lompat ke kelas bawah yang informal, petani. Ini berbahaya. Teorinya sudah cukup sulit,” kata Bustanul.
Ia menegaskan, dengan situasi merosotnya kelas menengah saat ini, Indonesia pun dinilai perlu belajar banyak dari situasi di negara-negara Amerika Latin.
Sebelumnya, menurut data Susenas Badan Pusat Statistik (BPS), kelas menengah di Indonesia turun dari 57,33 juta (21,45 persen) pada 2019, menjadi 47,85 juta (17,13 persen) pada 2024. Di sisi lain, kelas “Menuju Kelas Menengah” naik dari 128,85 juta (48,20 persen) pada 2019, menjadi 137,50 juta (49,22 persen) pada 2024.
Di periode yang sama, kelas miskin naik sedikit dari 25,14 juta (9,41 persen) di 2019 menjadi 25,22 juta (9,03 persen) pada 2024, . Sementara, mereka yang tergolong rentan miskin naik dari 54,97 juta (20,56 persen) di 2019 menjadi 67,69 juta (24,23 persen) pada 2024.
Baca Juga: Subsidi KRL Berbasis NIK Jadi Wacana, Kelas Menengah yang Menderita
Bustanul mengatakan, menurunnya kelas menengah adalah refleksi dari fondasi ekonomi Indonesia, kegagalan transformasi struktural perekonomian, deindustrialisasi terlalu dini, dan tidak tersambungnya sektor pertanian dan sektor industri dan jasa.
Ia juga merekomendasikan transformasi sistem pangan dan pertanian untuk memperkuat industrialisasi, meningkatkan nilai tambah, serta menciptakan lapangan kerja baru. Dengan pondasi ekonomi yang lebih kuat, maka kelas menengah juga lebih tangguh.
Selain itu, dibutuhkan strategi industrialisasi dari pertanian dan pedesaan, modernisasi industri, digitalisasi, basis pengetahuan, pemanfaatan big data, AI, hingga penguatan ekonomi daerah, dukungan R&D, hingga ekosistem inovasi.
“Kalau boleh usul ekonomi kreatif yang menjadi salah satu tumpuan dari kelas menengah,” dia melanjutkan.
Di sini, pemerintah bisa meningkatkan insentif untuk ekonomi kreatif, budaya kreatif dan pencarian serta penemuan pasar baru, kemitraan usaha besar, kecil, dan menengah yang inklusif.
Kemudian, dibutuhkan reformasi sistem pendidikan baik dasar, menengah, dan tinggi, sinergi peningkatan kapasitas, dan pengembangan SDM dan modal sosial dalam masyarakat.