TopCareerID

DPR Soal Dana Pensiun Tambahan: Potongan Pekerja Sudah Banyak

Ilustrasi kenaikan gaji ASN dan pensiunan PNS yang diatur BKN- uang. (Pexels)

Ilustrasi upah (Pexels)

TopCareer.id – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah untuk tidak buru-buru menerapkan rencana pemotongan gaji karyawan untuk program dana pensiun tambahan wajib.

Ia menyebut, saat ini baik pekerja swasta maupun aparatur sipil negara hingga TNI/Polri, sudah menanggung banyak potongan wajib.

“Saat ini gaji pegawai swasta sudah dipotong untuk membayar Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan, untuk PNS dipotong Taspen dan TNI/Polri dipotong Asabri,” kata Netty.

“Itu saja sudah cukup berat. Jika ditambah potongan dana pensiun lainnya, ini bakal mencekik ekonomi rakyat berpenghasilan rendah,” ujarnya melalui keterangan tertulis, dikutip Jumat (13/9/2024).

Baca Juga: Rieke ‘Oneng’ Tolak Wacana Dana Pensiun Tambahan Bagi Pekerja

Wacana pemotongan gaji karyawan untuk dana pensiun tambahan wajib ini pertama kali dilemparkan oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK).

Mereka mengatakan, hal itu merupakan amanat dari UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau P2SK, yang tertera di Pasal 189 ayat 4.

Disebutkan, pemerintah dapat melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib, di luar program JHT dan jaminan pensiun yang sudah ada melalui BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, serta sistem jaminan sosial nasional lainnya.

OJK juga mengatakan, selama ini para pensiunan hanya menerima manfaat dana pensiun sekitar 10-15 persen dari gaji terakhir. Sementara standar dari International Labour Organization (ILO) jauh lebih tinggi yaitu mencapai 40 persen.

Baca Juga: Kesalahan Terbesar Anak Muda Jika Bicara Dana Hari Tua

Namun menurut Netty, meski ILO sudah mengatur manfaat pensiun yang ideal sebesar 40 persen, pemerintah juga harus mempertimbangkan kondisi perekonomian setiap negara yang berbeda.

Standar ILO, kata Netty, bukan berarti serta merta membuat tambahan potongan gaji untuk dana pensiun pegawai.

Netty juga mengatakan, pemerintah wajib mempertimbangkan konteks upah di Tanah Air, yang kenaikannya tidak berbanding lurus dengan kenaikan kebutuhan hidup.

“Jangan sampai karena memprioritaskan dana pensiun yang dinikmati di hari tua, tetapi dana untuk kebutuhan sehari-hari malah berkurang. Kondisi ini bakal menurunkan daya beli masyarakat,” tegasnya.

Lebih Baik Perbaiki Program yang Ada

Netty juga menyoroti masih adanya praktik-praktik kecurangan dalam pengelolaan dana pensiun, sehingga masyarakat tidak benar-benar menerima secara penuh manfaat dari total potongan gaji mereka selama bekerja.

Anggota DPR Dapil Jawa Barat VIII itu menilai, sebaiknya pemerintah fokus memperbaiki pengelolaan dana pensiun yang sudah ada, alih-alih membuat program baru.

“Misalnya menindak tegas adanya praktik jahat di lembaga-lembaga pengelola dana pensiun yang banyak dikeluhkan masyarakat. Seperti tentang tidak cairnya seratus persen atau tak sesuai aturan dana pensiun,” kata Netty.

Adanya kasus-kasus korupsi di lembaga pengelola dana pensiun seperti Taspen, juga menjadi bukti masih banyak persoalan yang harus dibenahi dalam pengelolaan program semacam ini.

“Program yang ada saja belum terkelola dengan baik, bagaimana mau ditambah program baru. Jangan sampai jadi ajang korupsi lagi,” kata Netty.

Jangan Buru-Buru Terapkan Aturan

Program potongan gaji karyawan untuk dana pensiun tambahan ini sendiri disebut masih dalam penggodokan lewat penerbitan Peraturan Pemerintah (PP).

Nantinya, OJK akan menjadi pengawas dalam harmonisasi seluruh program pensiunan.

Meski begitu, Komisi IX DPR RI yang membidangi urusan ketenagakerjaan mengingatkan pemerintah, agar tidak buru-buru menerapkan aturan.

Pemerintah pun diminta meluruskan niat dalam setiap pengambilan kebijakan, terkait pengumpulan dana dari masyarakat secara transparan.

“Pastikan kebijakan berangkat dari ide memberikan kesejahteraan pada rakyat, bukan sebaliknya,” kata politikus Fraksi PKS ini.

“Jangan sampai ada ide pengumpulan dana masyarakat untuk kepentingan mendesak pemerintah, misal untuk membayar utang negara yang jatuh tempo.”

Exit mobile version