TopCareerID

Buruh Minta Upah Minimum Naik 8-10 Persen di 2025

Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia saat demo tolak Tapera, Kamis (6/6/2024). (TopCareer.id/Giovani Dio Prasasti)

TopCareer.id – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh meminta kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) maupun Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar delapan hingga 10 persen pada 2025.

Presiden KSPI Said Iqbal di penghujung September lalu mengatakan, inflasi dalam dua tahun terakhir berada di kisaran 2,5 persen, sementara pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen.

Jika digabungkan, totalnya sekitar 7,7 persen yang dapat dibulatkan menjadi 8 sampai 10 persen.

Sehingga, kata Iqbal melalu siaran persnya, ditulis Sabtu (5/10/2024), kenaikan upah minimum yang diusulkan adalah sebesar 8 persen.

“Namun, KSPI mengusulkan penambahan 2 persen sehingga kenaikannya menjadi 10 persen untuk daerah-daerah yang memiliki disparitas upah tinggi antara kabupaten/kota yang berdekatan,” kata Iqbal.

Menurutnya, ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan upah di wilayah-wilayah tersebut.

Baca Juga: Marak Gelombang PHK, 3 Sektor Industri Ini Paling Terdampak

Selama lima tahun terakhir, terutama di tahun pertama, upah minimum tidak mengalami kenaikan di seluruh Indonesia. Ini berdampak pada anjloknya daya belu buruh.

Dalam dua tahun terakhir, kenaikan upah minimum berada di bawah angka inflasi.

Iqbal mencontohkan, di wilayah Jabodetabek inflasi mencapai 2,8 persen. Namun kenaikan upah hanya 1,58 persen. “Ini artinya buruh nombok setiap bulan,” ujarnya.

Dalam beberapa tahun, kenaikan upah juga tidak menutup inflasi, menyebabkan daya belu buruh terus menurun.

Iqbal lebih lanjut mengungkapkan, meski secara nominal upah mengalami kenaikan setiap tahun, kenyataannya upah riil buruh terus menurun.

Baca Juga: PHK di Jateng Tinggi, Upah Murah Bukan Solusi

Ia menjelaskan, upah riil buruh turun sekitar 30 persen. Upah riil adalah upah nominal yang disesuaikan dengan indeks harga konsumen.

“Kenaikan harga barang jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan upah nominal, sehingga buruh terus terbebani dan daya beli mereka merosot tajam,” kata Iqbal.

Kenaikan upah minimum 8-10 persen di 2025 pun dirasa jadi langkah memulihkan daya beli buruh, mengurangi disparitas upah antar daerah, yang akhirnya mendorong kesejahteraan pekerja.

“Sudah saatnya pemerintah memperhatikan kondisi riil yang dihadapi oleh para pekerja,” kata Iqbal.

“Kenaikan upah minimum ini adalah bentuk keadilan bagi buruh yang telah bekerja keras namun terus merasakan dampak dari inflasi dan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada mereka,” tegasnya.

Minta Tak Pakai PP Nomor 51 tahun 2023

KSPI dan Partai Buruh juga meminta kenaikan upah ini tidak menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2023, yang ditolak serikat buruh, termasuk keduanya.

Mereka menyatakan, dasar hukum dari PP tersebut adalah Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, yang saat ini sedang digugat melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh KSPI, KSPSI, AGN, dan Partai Buruh.

Sampai saat ini, belum ada keputusan dari MK sehingga pemerintah seharusnya tidak menggunakan PP Nomor 51 Tahun 2023 dalam perhitungan upah minimum tahun 2025.

Di sisi lain, meski kenaikan upah minimum 8 sampai 10 persen pun menurut mereka sebenarnya hanya akan meningkatkan daya beli buruh sekitar 5 persen. Padahal, dalam 10 tahun terakhir daya beli buruh turun sebesar 30 persen.

Sehingga, meskipun upah minimum tahun 2025 naik sebesar 8 smapai 10 persen, daya beli buruh tetap akan turun sekitar 25 persen.

Buruh juga masih akan merasakan beban, karena kenaikan upah tersebut telah termakan oleh kenaikan indeks harga konsumen.

Exit mobile version