TopCareerID

Ramai Doom Spending, Industri Fintech Ingatkan Pentingnya Edukasi

Temu media Power Lunch bertajuk Dunia Baru Fintech: Praktis atau Berbahaya pada Rabu (9/10/2024). (TopCareer.id/Giovani Dio PrasastI))

TopCareer.idDoom spending atau fenomena impulsif dalam mengeluarkan uang seakan tak ada hari esok, belakangan jadi tren di kalangan generasi muda.

Kemudahan akses terhadap layanan keuangan digital atau fintech, juga jadi salah satu hal yang mendorong kebiasaan ini. Hal ini juga diakui oleh pihak industri itu sendiri.

Direktur PT Indodana Multi Finance Iwan Dewanto mengatakan, dari sektor Buy Now Pay Later (BNPL) misalnya, saat ini terdapat kemudahan bagi pengguna untuk pengajuan.

“Kemudahan itu pasti mau tidak mau mendorong impulsif,” kata Iwan dalam temu media di Jakarta pada Rabu pekan ini, ditulis Jumat (11/10/2024).

Meski begitu, Iwan menegaskan pihaknya tidak ingin mudahnya akses pay later juga diikuti timbulnya berbagai risiko seperti gagal bayar, kredit macet, hingga masalah riwayat kredit di SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan).

Baca Juga: Fintech Makin Diminati Kaum Muda, Ubah Cara Konsumsi hingga Investasi

Ia menegaskan, NPF (Non-Performing Financing) menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus tetap terkendali di bawah 2,5 persen dan harus dijaga.

Maka dari itu, dibutuhkan literasi keuangan pada pengguna, demi mencegah terjadinya risiko-risiko di atas.

“Jangan sampai dia impulsif karena kemudahan, dia harus bertanggung jawab pada pembiayaan yang dia lakukan,” kata Iwan.

Head of Growth & Acquisition PT Bank Digital BCA Albert Kurniawan di acara yang sama mengatakan, seseorang saat ini pasti punya potensi melakukan doom spending.

“Entah untuk healing, beli skincare, fesyen, atau main game. Yang penting adalah edukasi,” kata Albert.

Albert selalu menyarankan, apabila seseorang menginginkan sesuatu seperti rekreasi atau healing, pastikan dulu dia memiliki budget atau telah mengalokasikan dananya terlebih dulu.

Baca Juga: OJK Ingatkan Anak Muda Waspadai Fenomena Doom Spending

“Di BluSaving saya ada budget untuk me time. Jadi memang itu saya atur untuk keperluan yang seperti itu, kan buat saya, tapi saya sudah budget-kan berapa persen dari penghasilan saya yang boleh untuk itu,” kata Albert.

Ia memberi contoh, banyak anak muda yang impulsif membeli skincare meski ia masih menyimpan banyak produk perawatan diri lain.

“Menurut saya ini tidak masuk akal, tapi ternyata masuk ke banyak kampus semua bicara hal yang sama. Kalau memang sudah tahu tidak bisa nahan, punya dong budget buat skincare,” kata Albert.

“Dan ketika tahu sudah limit, jangan coba-coba paylater, jangan coba-coba ambil pinjol yang lain. Itu kembali ke diri sendiri dan itu misi kami untuk edukasi,” Albert menambahkan.

Exit mobile version